• img

    KAMUFLASE...

    Akan aku ajak engkau menemui bunglon .. agar engkau menyaksikan sendiri tipu dayanya! Bunglon merubah warna dirinya sesuai dengan tempat ia berada .. agar engkau mengetahui bahwa yang seperti bunglon itu banyak .. dan berulang-ulang! Dan bahwasanya ada orang-orang munafik .. banyak pula manusia yang berganti-ganti pakaian .. dan berlindung dibalik alasan “ingin berbuat baik”...
  • img

    Jujur...

    Jika engkau hendak mengungkap kejujuran orang, ajaklah ia pergi bersama .. dalam bepergian itu jati diri manusia terungkap .. penampilan lahiriahnya akan luntur dan jatidirinya akan tersingkap! Dan “bepergian itu disebut safar karena berfungsi mengungkap yang tertutup, mengungkap akhlaq dan tabiat”...
  • img

    Pemimpin

    Seringkali terbukti bahwa tugas utama seorang pemimpin hanyalah bagaimana memilih orang yang tepat. Begitu berhasil memilih orang yang tepat seringkali tugas seorang pemimpin sudah selesai. Setidaknya sudah 80 persen selesai. Tapi begitu seorang pemimpin salah memilih orang, sang pemimpin tidak terbantu sama sekali, bahkan justru terbebani...
  • img

    Karena Ukuran Kita Tak Sama

    seperti sepatu yang kita pakai, tiap kaki memiliki ukurannya memaksakan tapal kecil untuk telapak besar akan menyakiti memaksakan sepatu besar untuk tapal kecil merepotkan kaki-kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi...
  • img

    Kemenangan..

    Kemenangan sejati yang paling mendasar dan substansial adalah jika kebenaran tetap bersemayam di hati kita. Tidak terkontaminasi oleh racun-racun kehidupan, tidak tergoda oleh iming-iming apapun bentuknya, yang membuat hati kita diisi oleh nilai-nilai lain selain nilai kebenaran yang bersumber dari Allah SWT, ...

Arti Sebuah Obrolan...

0
Diposting oleh cahAngon on 15 Desember 2010 , in

Oleh Ustadz Musyaffa Ahmad Rahim, Lc

Tersebutlah dalam buku-buku sejarah bahwa khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang terkenal juga sebagai khalifah Ar-Rasyid yang kelima, telah berhasil merubah gaya obrolan masyarakatnya.

Pada masa khalifah sebelumnya, obrolan masyarakat tidak pernah keluar dari materi dan dunia, di manapun mereka berada; di rumah, di pasar, di tempat bekerja dan bahkan di masjid-masjid.

Dalam obrolan mereka terdengarlah pertanyaan-pertanyaan berikut:

"Berapa rumah yang sudah engkau bangun? Kamu sudah mempunyai istana atau belum? Budak perempuan yang ada di rumahmu berapa? Berapa yang cantik? Hari ini engkau untung berapa dalam berbisnis? Dan semacamnya."

Pada zaman khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadi pemimpin, dan setelah dia melakukan tajdid (pembaharuan) dan ishlah (reformasi), dimulai dari meng-ishlah dirinya sendiri, lalu istrinya, lalu kerabat dekatnya dan seterusnya kepada seluruh rakyatnya, berubahlah pola obrolan masyarakat yang menjadi rakyatnya.

Dalam obrolan mereka, terdengarlah pertanyaan-pertanyaan sebaai berikut:

"Hari ini engkau sudah membaca Al Qur'an berapa juz? Bagaimana tahajjud-mu tadi malam? Berapa hari engkau berpuasa pada bulan ini? Dan semacamnya."

Mungkin diantara kita ada yang mempertanyakan, apa arti sebuah obrolan? Dan bukankah obrolan semacam itu sah-sah saja? Ia kan belum masuk kategori makruh? Apalagi haram? Lalu, kenapa mesti diperbincangkan dan diperbandingkan? Bukankah perbandingan semacam ini merupakan sebuah kekeliruan, kalau memang hal itu masuk dalam kategori mubah?

Dari aspek hukum syar'i, obrolan yang terjadi pada masa khalifah sebelum Umar bin Abdul Aziz memang masuk kategori hal-hal yang sah-sah saja, artinya, mubah, alias tidak ada larangan dalam syari'at.

Akan tetapi, bila hal itu kita tinjau dari sisi lain, misalnya dari tinjauan tarbawi da'awi misalnya, maka hal itu menujukkan bahwa telah terjadi perubahan feeling pada masyarakat, atau bisa juga kita katakan, telah terjadi obsesi pada ummat.

Pada masa Sahabat (Ridhwanullah 'alaihim), obsesi orang -dengan segala tuntutannya, baik yang berupa feeling ataupun 'azam, bahkan 'amal -selalu terfokus pada bagaimana menyebar luaskan Islam ke seluruh penjuru negeri, dengan harga berapapun, dan apapun, sehingga, pada masa mereka Islam telah membentang begitu luas di atas bumi ini. Namun, pada masa-masa menjelang khalifah Umar bin Abdul Aziz, obsesi itu telah berubah.

Dampak dari adanya perubahan ini adalah melemahnya semangat jihad, semangat da'wah ilallah, semangat men-tarbiyah dan men-takwin masyarakat agar mereka memahami Islam, menerapkannya dan menjadikannya sebagai gaya hidup.

Al Hamdulillah, Allah swt memunculkan dari hamba-Nya ini orang yang bernama Umar bin Abdul Aziz, yang mampu memutar kembali "gaya" dan "pola" obrolan masyarakatnya, sehingga, kita semua mengetahui bahwa pada masa khalifah yang hanya memerintah 2,5 tahun itu, Islam kembali jaya dan menjadi gaya hidup masyarakat.

Tersebut pula dalam sejarah bahwa beberapa saat setelah kaum muslimin menguasai Spanyol, ada seorang utusan Barat Kristen yang memasuki negeri Islam Isbania (Nama Spanyol saat dikuasai kaum muslimin).

Tujuan dia memasuki wilayah Islam adalah untuk mendengar dan menyaksikan bagaimana kaum muslimin mengobrol, ya, "hanya" untuk mengetahui bagaimana kaum muslimin mengobrol. Sebab dari obrolan inilah dia akan menarik kesimpulan, bagaimana obsesi kaum muslimin saat itu.

Selagi dia berjalan-jalan untuk mendapatkan informasi tentang gaya an kaum muslimin, tertumbuklah pandangannya kepada seorang bocah yang sedang menangis, maka dihampirilah bocah itu dan ditanya kenapa dia menangis? Sang bocah itu menjelaskan bahwa biasanya setiap kali dia melepaskan satu biji anak panah, maka dia bisa mendapatkan dua burung sekaligus, namun, pada hari itu, sekali dia melepaskan satu biji anak panah, dia hanya mendapatkan seekor burung.

Mendengar jawaban seperti itu, sang utusan itu mengambil kesimpulan bahwa obsesi kaum muslimin Isbania (Spanyol) saat itu masihlah terfokus pada jihad fi sabilillah, buktinya, sang bocah yang masih polos itu, bocah yang tidak bisa direkayasa itu, masih melatih diri untuk memanah dengan baik, hal ini menunjukkan bahwa orang tua mereka masih terobsesi untuk berjihad fi sabilillah, sehingga terpengaruhlah sang bocah itu tadi.

Antara obrolan orang tua dan tangis bocah yang polos itu ada kesamaan, terutama dalam hal: keduanya sama-sama meluncur secara polos dan tanpa rekayasa, namun merupakan cermin yang nyata dari sebuah obsesi.

Setelah masa berlalu berabad-abad, datang lagi mata-mata dari Barat, untuk melihat secara dekat bagaimana kaum muslimin mengobrol, ia datangi tempat-tempat berkumpulnya mereka, ia datangi pasar, tempat kerja, tempat-tempat umum dan tidak terlupakan, ia datangi pula masjid.

Ternyata, ada kesamaan pada semua tempat itu dalam hal obrolan, semuanya sedang memperbincangkan: Budak perempuan saya yang bernama si fulanah, sudah orangnya cantik, suara nyanyiannya merdu dan indah sekali, rumah saya yang di tempat anu itu, betul-betul indah memang, pemandangannya bagus, desainnya canggih, luas dan sangat menyenangkan, dan semacamnya.

Merasa yakin bahwa gaya obrolan kaum muslimin sudah sedemikian rupa, pulanglah sang mata-mata itu dengan penuh semangat, dan sesampainya di negerinya, mulailah disusun berbagai rencana untuk menaklukkan negeri yang sudah delapan abad di bawah kekuasaan Islam itu. Dan kita semua mengetahui bahwa, semenjak saat itu, sampai sekarang, negeri itu bukan lagi negeri Muslim.

Saudara-saudaraku yang dimulyakan Allah... Betapa seringnya kita mengobrol, sadarkah kita, model manakah gaya obrolan kita sekarang ini?

Sadarkah kita bahwa obrolan adalah cerminan dari obsesi kita?

Sadarkah kita bahwa obrolan kita lebih hebat pengaruhnya daripada sebuah ceramah yang telah kita persiapkan sedemikian rupa?

Bila tidak, cobalah anda reka, pengaruh apa yang akan terjadi bila anda adalah seorang ustadz atau da'i, yang baru saja turun dari mimbar khutbah, khutbah Jum'at dengan tema: "Kezuhudan salafush-Shalih dan pengaruhnya dalam efektifitas da'wah".

Sehabis shalat Jum'at, anda mengobrol dengan beberapa orang yang masih ada di situ, dalam obrolan itu, anda dan mereka memperbincangkan. Bagaimana mobil Merci anda yang hendak anda tukar dengan BMW dalam waktu dekat ini, dan bagaimana mobil Pajero puteri anda yang sebentar lagi akan anda tukar dengan Land Cruiser, dan bagaimana rumah anda yang di Pondok Indah yang akan segera anda rehab, yang anggarannya kira-kira menghabiskan lima milyar rupiah dan semacamnya.

Cobalah anda menerka, pengaruh apakah yang akan terjadi pada orang-orang yang anda ajak mengobrol itu? Mereka akan mengikuti materi yang anda sampaikan lewat khutbah Jum'at atau materi yang anda sampaikan lewat obrolan?

Sekali lagi, memang obrolan semacam itu bukanlah masuk kategori "terlarang" secara syar'i, akan tetapi, saya hanya hendak mengajak anda memikirkan apa dampaknya bagi da'wah ilallah.

Saudara-saudaraku yang dimulyakan Allah... Sadarkah kita bahwa telah terjadi perubahan besar dalam gaya obrolan kita antara era 80-an dengan 90-an dan dengan 2000-an, obrolan yang terjadi saat kita bertemu dengan saudara seaqidah kita, obrolan yang terjadi antar sesama aktifis Rohis di kampus dan sekolah masing-masing kita.

Saat itu, obrolan kita tidak pernah keluar dari da'wah, da'wah, tarbiyah dan tarbiyah, namun sekarang?

Silahkan masing-masing kita menjawabnya, lalu kaitkan antara gegap gempita da'wah dan tarbiyah saat itu dengan seringnya kita mendengar adanya dha'fun tarbawi di sana sini.
----------
sumber: dudung.net

Saya ini sedang futur...

0
Diposting oleh cahAngon on 27 November 2010
Saya ini sedang futur
terbukti dengan ogah-ogahan datang liqo dengan alasan klasik, kuliah-lah, kerja-lah, lelah-lah, cape-lah, sibuk-lah, ini-lah, itu-lah

Saya ini sedang futur
Jarang baca buku tentang Islam lagi demen baca koran dulu tilawah tidak pernah ketinggalan sekarang satu lembar sudah lumayan tilawah sudah tidak lagi berkesan nonton bola ketagihan bahkan sampe lewat tengah malam tahajjud?? wassalam

Saya ini sedang futur
mulai malas sholat malam, jarang ber- tafakkur ba'da shubuh, kanan kiri salam lantas kembali mendengkur apalagi waktu libur sampai menjelang dzuhur

Saya ini sedang futur
sedikit dzikir kebanyakan tidur belajar ngawur ibadah pun hancur shohib-shohib kaga ada yang negur

Saya ini sedang futur
hati beku otak ngelantur mikirin orang se-dulur diri sendiri kaga pernah ngukur

ente tau-lah ane sekarang
seneng duduk dikursi goyang perut kenyang hati melayang mulut sibuk ngomongin orang aib sendiri ga kebayang

ente tau ane bengal
bangun malam sering ditinggal otak bebal banyak menghayal udah lupa yang namanya ajal

ente tau ane begini
udah sok tau, senang dipuji ngomong sok suci kaya 'murabbi kaga' ngaca diri sendiri

ente tau ane gegabah
petantang - petenteng merasa gagah diri ngaku ikhwah kalo mo' muhasabah diri itu ga beda sama sampah

ente tau ane sekarang
udah kalah di medan perang ane pengen pulang ke kandang ke tempat ane dulu datang

saya ini sedang futur
tak lagi pandai bersyukur senang disanjung dikritik murung

saya ini sedang futur
malas ngurusin da'wah suka mencela qiyadah sedikit sekali muhasabah sering sekali meng-ghibah

ya, saya memang sedang futur
mengapa saya futur ?? mengapa tidak ada satu ikhwah pun yang menegur dan menghibur ?? kenapa batas - batas mulai mengendur ?? kepura-puraan, basa-basi kelakuan makin subur ?? kenapa diantara kita sudah tidak jujur ?? kenapa ukhuwah diantara kita sudah mulai luntur ?? kenapa diantara kita hanya pandai bertutur ??

ya Allah berikan hamba - Mu ini pelipur agar aku tak semakin futur apalagi semakin tersungkur

robbana dzolamna anfusana wa in lam taghfirlana wa tarhamna lanakunana minal khosirin.....

***


taris s di pojok kamar saudaraku 03.30

pandulangsa 

Luaskan Bentangan Cakrawala Kepahamanmu

0
Diposting oleh cahAngon on 24 November 2010 , in
Oleh: Cahyadi Takariawan
Sungguh sangat ingin aku sampaikan pesan penting ini pertama kali: luaskan bentangan cakrawala kepahamanmu. Bergerak dalam dinamika dakwah adalah pergerakan yang berlandaskan kepahaman, berlandaskan hujah, berlandaskan ilmu dan pengetahuan. Tak ada keberhasilan dakwah, jika tidak diawali ilmu dan kepahaman. Tidak akan ada keteguhan di jalan dakwah, jika tidak memiliki cakrawala pengetahuan yang memadai.

Coba aku ajak membuat perbandingan. Saat anak masih kecil, ia hanya bermain di dalam rumah saja. Ia akan bertanya tentang benda-benda yang ada di dalam rumahnya sendiri. Dengan mudah orang tua menjawab dan menjelaskan, karena itu benda-benda yang sangat umum dan dikenalnya dengan baik. Bertambah usia, si anak mulai bermain di halaman rumah. Ia bertanya tentang benda-benda yang ada di halaman rumah. Orang tua dengan mantap menjawab semua pertanyaan anak.

Bertambah lagi usianya, anak bermain di lingkungan tetangga. Ia membawa pertanyaan seputar lingkungan sekitar, dan ada beberapa pertanyaan yang mulai sulit dijawab orang tuanya. Semakin besar anak, pergaulannya semakin luas, permainannya semakin jauh, tidak hanya di lingkungan tempat tinggal. Ia mulai bepergian ke luar kota, ia mulai mengenal beraneka ragam jenis manusia. Pertanyaan yang dibawa pulang semakin banyak yang dirasakan sulit oleh orang tuanya. Apalagi saat dewasa anak mulai mengenal manca negara, ia mengunjungi berbagai negara. Pergaulannya tanpa batas geografis, betapa luas pengetahuannya dan akhirnya semakin banyak pertanyaan tidak terjawab oleh orang tuanya yang belum pernah bepergian ke luar negeri.

Apa yang terjadi? Ada senjang informasi, ada senjang tsaqafah, ada senjang wawasan, ada senjang cakrawala pemikiran,antara anak dengan orang tua. Kesenjangan ini menyebabkan dialog sering tidak menyambung, atau dialog menjadi tidak seimbang. Anak berbicara tentang teknologi tinggi, yang tidak terbayang oleh orang tuanya yang gagap teknologi. Anak bercerita tentang pesawat terbang, sementara orang tuanya belum pernah melihat bentuk pesawat kecuali melalui gambar. Merasakan naik pesawat, berbeda dengan orang yang hanya mengerti gambar pesawat.

Bagaimana jika gambaran anak di atas adalah realitas pergerakan dakwah, yang tumbuh dari kecil membesar, dari segmen yang sempit ke segmen yang tak terbatas, dari tertutup menuju keterbukaan ? Sementara orang tua tersebut adalah kader dakwah yang stagnan. Kesenjangan informasi ternyata membahayakan.

“Sedang apa kau di sini ?” tanya sang ayah.

“Aku sedang bersiap untuk terbang ke London”, jawab sang anak.

“London itu apa ?” tanya ayah.

“London itu nama sebuah tempat di Eropa”, jawab sang anak.

“Apa engkau bisa terbang ?” tanya ayah.

“Aku naik pesawat terbang”, jawab sang anak.

“Mengapa kamu pergi ke London ? Pergilah ke sawah saja tempat biasanya kamu bermain-main”, pinta sang ayah sembari keheranan.

“Biasanya anakku bermain di sawah, mengapa sekarang ia mau bermain ke London?” pikir sang ayah.

“Apakah anakku sudah menjadi kafir dan ikut-ikutan gaya hidup orang Barat ?” pikir ayah.

Tentu saja, pikiran itu berlebihan. Ayah “berhenti” informasinya hanya di sekitar rumah, paling jauh ke pasar kecamatan atau kabupaten. Sementara si anak terus berkembang, ia melanglang buana mengelilingi dunia. Wawasannya terus bertambah, sementara si ayah wawasannya sudah selesai dan titik. Agar seimbang, si ayah harus mulai dikenalkan naik pesawat terbang dan mengunjungi berbagai pulau dan negara.

Bahkan, untuk sekedar mengerti sebuah kelucuan pun, memerlukan wawasan pengetahuan yang memadai. Seseorang tidak mengerti apa yang lucu sehingga tidak tertawa, pada saat orang lain merasa sangat lucu dan tertawa terbahak-bahak. Salah satunya, karena senjang informasi.

Ada tsaqafah maidaniyah, wawasan keilmuan yang terbentuk karena interaksi seseorang dengan realitas lapangan dakwah. Semakin luas pergaulan dan lapangan aktivitasnya, akan semakin banyak tsaqafah yang didapatkan. Jika aktivis “berhenti” mendapatkan asupan wawasan dan informasi lapangan, pastilah akan terbentuk persepsi puritan yang sering tidak “nyambung” dengan realitas lapangan.

Ini yang harus dijaga, secara pribadi maupun jama’i. Jangan berhenti mencari keluasan kepahaman, baik tekstual dari kitab, maupun kontekstual dari realitas lapangan. Teruslah berjalan meniti kepahaman. Teruslah merasa haus dan dahaga dari ilmu dan pengetahuan, sehingga tidak lelah untuk mencari dan mencari. Walau bis Sin, walau di negeri China, atau di negeri manapun.***

*sumber www.cahyadi-takariawan.web.id

Anak Muda di Suatu Hari Jum’at

0
Diposting oleh cahAngon on 23 November 2010 , in

Di sebuah lembah. Anak muda itu di bawa bapaknya. Tak terasa hari Jum’at tiba, Ia pun ikut bapak nya jum’atan. Hudzaifah menjadi khatib, isinya singkat, “ Sesungguhnya kiamat sudah dekat, dan bulan pun terbelah, Sungguh saatnya (kiamat) telah dekat. Sungguh bulan telah terbelah, telah dekat bagi dunia saat perpisahannya. Sungguh hari ini masih gelap ( hasilnya). Sedang besok manusia harus berlomba.”
Usai sholat anak  itu bertanya pada bapaknya, “Besok orang-orang harus ikut berlomba apa Pak?”
“Kamu ini memang bodoh. Maksudnya, hari ini manusia harus beramal di dunia, dan esok di akhirat akan mendapat pahalanya,” jawab bapaknya.
Pada Jum’at berikutnya, anak muda itu menghadiri shalat lagi. Hudzaifah berkhutbah lagi, dengan tema itu lagi, hanya di akhirnya ia menegaskan “ Sesungguhnya persinggahan akhir itu adalah akhirat, sedangkan yang menjadi pemenang dalam perlombaan adalah mereka yag melenggang ke surga. Anak muda itu pun semakin mengerti.
Seperti anak muda itu. Banyak dari kita harus belajar lebih jauh, tentang hidup yang sejatiya adalah perlombaan. Dengan keutuhan makna dan kesungguhan arti, belum semua kita telah benar-benar berlomba. Orang-orang berlari mengejar takdirnya, juga harapan-harapannya, tapi siapa yang benar-benar bersungguh-sungguh? Sebagian bahkan hanya menonton, sebagian diam dan masa bodoh, sebagian lagi tertatih, seperti kereta tua yang tak kunjung mengantarkan penumpangnya pada cita.
Di usia kita yang entah berapa, kita mesti bertanya, sejauh mana kita telah menempuh jalan dan seberapa banyak kita telah menabung bekal. Ini bukan soal dimensi usia, dimana seseorang mengurutkan zaman produktifitasnya kedalam fase yang tidak jelas : kecil bermain, muda foya-foya,lalu tua bertobat dari dosa. Ini adalah murni soal semangat untuk berdedikasi secara baik dan maksimal.
Sebab pada akhir dan ujung kesudahannya, hidup memang perlombaan mengejar surga, yang pasti berlomba mutu dan beradu cepat adalah keniscayaan hidup orang-orang beriman. Begitulah yang semestinya kita jalani. Diatas reruntuhan peradaban yang pahit untuk di kenang, kita harus mengerti begitu banyak logika kehidupan.
Logika hidup adalah musafir yang hanya mampir untuk minum, atau logika hidup adalah sampan kecil yang mengarungi samudera, yang harus membawa bekal yang cukup, logika hidup adalah waktu, siapa yang membunuh waktu maka ia membunuh hidupnya. Hanya yang menggunakan waktunya dengan baik, tepat dan benar, yang membangun kehidupannya sendiri. Logika hidup adalah persaingan antara mimpi manusia yang panjang dan ajal yang memenggal. Begitu juga dengan logika, hidup yang beradu dengan godaan, kehendak yang lelet, tenaga yang lunglai, serta panggilan syetan yang memlambai sepanjang perjalanan.
Di atas semua logika itulah, hidup kita mungkin tak ubahnya seperti kereta tua. Itu tak boleh terjadi, sebab sepotong hidup hanya sekali datang, sesudah itu secepatnya pergi, bahkan alangkah cepatnya menghilang. Pagi datang dan segera saja di sapu siang, Sore memburu dan tiba-tiba di lipat malam. Hari-hari terasa membosankan, rutinitas berjalan dengan ritme yang beku. Hidup seperti itu? Duh , kemana kita menatap? Ke masa  depan yang gelap, atau ke masa lalu yang menjadi hantu. Atau kesejahteraan hidup yang tak juga terengkuh, beban semakin berat gairah semakin menipis.
Gerak dan pilihan untuk terus maju, adalah prinsip besar yang harus kita pilih. Hidup ini selalu di ambang dua tuntutan. Pertama tuntutan untuk terus berkompetisi secara waktu. “ Dan bersegeralah kamu kepada surga Allah, yang luasnya seluas langit dan bumi…..”Ya, ke surga pun kita mesti bersegera. Ini adalah dimensi waktu yang mengajarkan kita soal persaingan mempercepat perolehan bekal ke surga dengan sebaik mungkin memanfaatkan kesempatan. Ini benar-benar soal kompetisi menggunakan waktu, bahkan pada dasarnya itu kompetisi dengan usia kita sendiri, tidak ada yang bisa berharap pada orang lain, kecuali sebatas permintaan tolong yang wajar, basa basi, atau bahkan kalau lebih pun selalu ada pamrih, tersembunyi maupun terang-terangan.
Yang Kedua, adalah soal dimensi kualitas, mutu, bobot, dan apa yang harus kita lakukan dengan sebaik mungkin. “ Dan berlombalah kamu dalam kabajikan….”. Perlombaan selalu ada yang menang dan ada yang kalah, karena dimensi mutu, memberi penegasan bahwa menjadi cepat saja tidak cukup, tapi bagaimana kita bisa menjalani hidup sebagai orang-orang  yang  punya mutu, prestasi, karya, dedikasi, dan kualitas pribadi dalam beragam pilihan yang kita tekuni.

Tetapi kenyataannya, ada banyak hal yang tidak berhasil kita gapai, lantaran tidak maksimalnya kita dalam mencari dan mengejar, ini bukan soal keinginan untuk nrimo dan pasrah, ini tidak ada kaitannya, ini murni soal bagaimana dengan daya kita punya, kita bisa memberi  sebanyak mungkin kebajikan, menanam sebaik mungkin arti. Kecuali bila memang kita tak punya mau, atau hanya kepasrahan semata yang kita buru : barangsiapa yang lambat amalnya, tidak akan di percepat oleh nasabnya” begitu Rasulullah berpesan. Hidup benar-benar pertarungan semangat untuk bergegas dan kehendak untuk bersegera.
Sudah seberapa maksimal kita mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kita. Adakah kita seperti kereta tua yang tak mampu melaju, tidak juga memberi rasa nyaman, ia hanya menarik dilihat sebagai saksi sejarah, bahwa dirinya pernah hadir, mengisi sepotong masa di muka bumi. Hidup seperti kereta tua, hanya memberi ruang pada sisi dokumen sejarah semata, seperti prasasti bisu. Kita pernah ada, hanya itu tidak lebih. Menjadi ada memang karunia, sebab kita tidak bisa mengadakan diri kita sendiri, tapi menjadi ada tidak cukup, kita ada karena kita di perintahkan untuk punya makna, Menyembah-Nya, memakmurkan bumi-Nya, berbuat baik pada sesama, menahan diri dari gejolak jiwa yang menyimpang, begitu seterusnya. Tanpa itu kita benar-benar seonggok kereta tua, semakin bertambah hari semakin tua, kian keropos dan karatan, di dera kelemahan diri yang tak kuasa di hindari, tidak harus aus oleh terpaan angin atau guyuran hujan, kereta tua itu mati oleh dirinya sendiri.
Di suatu hari jum’at, seorang anak muda telah belajar untuk seluruh hidupnya, tentang arti perlombaan. Tapi hari ini banyak yang butuh berhari-hari untuk mulai mengerti. Setiap manusia berlomba untuk nasib dan kepastian diri sendiri di akhirat kelak, bergegas, bersegera, sebab yang menang adalah yang lolos dari neraka dan masuk surga, yang lambat, seperti kereta tua tanpa kehendak, tanpa arah dan tanpa tenaga, akan menyesal suatu hari kelak. Kereta tua adalah hidup yang tak pernah sampai, mimpi bahagia yang terlalu sederhana, atau perjalanan cita-cita yang sangat lamban dan tidak menghantarkan.

Di sadur dari :
Ahmad Zairofi AM
Lelaki Pendek Hitam Lebih Jelek dari Untanya
Jakarta : Tarbawi Press, 2006

Dengan perubahan seperlunya

Mengetuk Pintu Paksa..

0
Diposting oleh cahAngon on 01 November 2010 , in
Saat aku lelah menulis dan membaca
di atas buku-buku kuletakkan kepala
dan saat pipiku menyentuh sampulnya
hatiku tersengat
kewajibanku masih berjebah,
bagaimana mungkin aku bisa beristirahat?
-Imam An Nawawi-

”Aku merasa bagai hewan sembelihan”, tulis seorang pemuda yang kelak menyejarah, ”Yang digiring ke padang penjagalan.” Itulah yang dirasakannya ketika Sultan Nuruddin Mahmud Zanki memerintahkannya menyertai sang paman mempertahankan Mesir dari serbuan Amalric, Raja Yerusalem di tahun 1164. ”Seakan jantungku ditoreh belati”, ia melanjutkan penuturannya sebagaimana direkam oleh sejarawan Ibnu Syaddad dalam karyanya Al Mahasin Al Yusufiyyah. ”Dan ketika itu aku menjawab: Demi Allah, bahkan seandainya aku diberi seluruh kerajaan Mesir, aku takkan berangkat!”
Pemuda ini begitu membenci pertempuran, ngeri membayangkan darah, bergidik melihat luka, dan tak tega mendengar jerit kesakitan. Ia tenggelam dalam keasyikan akan hobi-hobinya. Ia suka bermain bola. Ia gemar bertamasya dengan kuda anggunnya. Ia fasih bersyair. Ia ganteng dan flamboyan. Ia melankolik. Ia sensitif. Ia gampang menitikkan air mata oleh hal-hal sepele. Ia sakit-sakitan. Semua kondisi dan perjalanan masa mudanya membuat banyak sejarawan enggan menuliskan pertiga awal hidup pemuda ini. Menurut para sejarawan itu, kisah masa mudanya akan membuat keseluruhan sejarah hidupnya ternoda.
Pendapat para sejarawan ini dibantah Dr. Majid ’Irsan Al Kilani dalam disertasinya, Hakadza Zhahara Jiilu Shalahiddin. Menurutnya, mengisahkan masa mudanya akan menampakkan betapa Islam memang bisa mengubah sesosok pribadi lembek menjadi pribadi pejuang. Bahwa celupan Ilahiyah memang mampu menyusun ulang komposisi jiwa seseorang. Seorang pengecut bisa menjadi pemberani. Seorang pecundang di masa lalu, tak kehilangan peluang menjadi pahlawan di masa depan.
Inilah jalan cinta para pejuang. Sungguh hidayah Allah itu diberikanNya pada siapapun yang dikehendakiNya. Maka di jalan cinta para pejuang, kita tak boleh memandang tinggi diri dan merendahkan orang lain, apalagi menyangkut masa lalu.
Kembali pada pemuda yang menarik hati ini. Sejak tahun 1164 itu memang hidupnya berubah. Dulu ia membayangkan semua hal dalam pertempuran sebagai kengerian belaka. Tetapi begitu Sultan Nuruddin dan sang paman, Asaduddin Syirkuh, memaksanya terjun ke kancah jihad, ia terperangah. Meski kengerian itu tetap, ia menemukan banyak keindahan. Persaudaraan. Pengorbanan. Rasa dekat dengan maut. Kekhusyu’an. Kenikmatan ibadah. Keberanian. Kepahlawanan. Dulu ia membayangkan. Kini ia ’dipaksa’ merasakan. Akhirnya, ia menemukan gairah yang begitu menggelora untuk membebaskan kiblat pertama ummat Islam, Al Quds, dari penjajahan Salib. Hidupnya tak pernah sama lagi.
Setiap debu yang menempel di jubahnya dalam jihad dari tahun 1164 hingga wafatnya, 1193, ditapisnya dan dihimpun. Ia berwasiat agar debu-debu itu dijadikan bulatan-bulatan tanah pengganjal jasadnya di liang kubur. Ia berharap debu-debu itu menjadi saksi baginya nanti di hadapan Allah. Semoga Allah memuliakannya. Pemuda itu bernama Yusuf. Tapi kelak kita memanggilnya Shalahuddin Al Ayyubi.
♥♥♥

Paksaan. Adakah ia menjadi salah satu tabiat dari jalan cinta para pejuang? Tentu saja bukan. Kecuali dalam tanda kutip. Di dalam tanda kutip itulah paksaan menjadi sebuah kepahlawanan. Ia serupa sebuah pertempuran melawan ego dan nafsu diri. Awal-awal, bisa jadi seseorang dipaksa lingkungan. Lalu ia memaksa diri. Awal-awal jiwanya payah, jasadnya lelah. Lalu terbiasa. Lalu terasa nikmat. Lalu ia mengaca, menghayati kembali makna keikhlasan. Begitulah jalan cinta para pejuang, kepayahan dan keindahannya tak berujung.
Tetapi bukankah memang dalam kehidupan ini banyak yang harus kita jalani melalui lorong keharusan? Ada ibadah wajib. Ada keharusan dalam tiap peran kita sebagai pribadi, sebagai suami, sebagai ayah, sebagai warga. Semua kewajiban itu kita jalani agar kita selamat sampai ke surga Allah. Dan di jalan cinta para pejuang, perlu dipasang pintu tambahan agar kita lebih cepat sampai ke tujuan itu. Itulah pintu pemaksaan.
Pintu pemaksa Shalahuddin mewujud di bumi sebagai Sultan Nuruddin dan Asaduddin Syirkuh. Apa jadinya jika pintu pemaksa itu turun langsung dari langit? Muhammad, insan terpilih itu merasakan kengeriannya. Bukan karena keengganan. Tapi siapa yang mampu menepis rasa lemah dan tak mampu ketika ditimbuni tugas untuk mengubah wajah bumi yang coreng-moreng? Di Gua Hira, ia Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam dipaksa membaca. “Aku tak bisa membaca”, katanya memohon belas.
Tetapi Jibril terus memaksanya, mendesaknya. ”Bacalah!” Jibril mendekapnya hingga ia nyaris kehilangan nafas. Saat dadanya telah sesak, nafasnya teperkosa, dan rasa takut membuat jantungnya seakan naik ke tenggorokan, Jibril lalu melepasnya.
”Bacalah!”
Terengah, dengan merinding, keringat menderas, dan wajah pias pasi ia menjawab lagi, ”Aku tidak bisa membaca.”
Lalu Jibril membimbingnya.”Bacalah dengan asma Rabbmu yang telah mencipta. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmu Yang Paling Pemurah. Yang mengajar dengan pena. Ia ajarkan pada manusia apa-apa yang belum diketahuinya.”
Muhammad Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam mencoba mengeja. Dengan getar mengharu biru, dengan perasaan tercekam, dengan keringat yang terasa bagai lelehan salju di kulitnya yang memucat. Ia menirukan bacaan itu. Jibril telah memaksanya. Dan bermula dari paksaan itulah dia memenuhi takdir kesejarahannya untuk mengubah dunia. Pulang dari Gua Hira’ raganya bagai melayang tapi terantuk-antuk saat berjalan. Terasa ringan, seolah melarikan diri dari kejaran. Tapi sekaligus serasa tak ke mana-mana; bumi dan isinya telah dipikulkan ke pundaknya. Maka ia hanya menjejak-jejak, tersaruk-saruk meniti beban yang ditanggung punggung.
Pucatnya belum hilang. Keringatnya bertambah banjir. ”Zammilunii! Selimuti aku! Selimuti aku!” Khadijah tanpa banyak tanya mengembangkan kemul, mendekapkannya ke tubuh mengigil itu. Ditatapnya lelaki baik hati yang telah 15 tahun mengisi hidupnya itu. Dengan tatapan percaya. Dengan bening yang menghadirkan tenang. Dengan senyum yang menguatkan.
Beberapa hari setelahnya, demikian Imam Al Bukhari meriwayatkan, Sang Nabi sedang berjalan. Tiba-tiba sosok yang menemuinya di Gua Hira’ itu tampak, sedang duduk di atas sebuah singgasana yang menyemanyam di antara langit dan bumi.”Aku mendekatinya”, kata Sang Nabi, ”Lalu tiba-tiba aku terjerembab menyerusuk ke tanah. Aku ketakutan lagi. Aku mencoba bangkit dan berlari. Hingga terdengar seruan berulang-ulang, ”Ya Muhammad, aku Jibril.. Dan engkau Rasulullah!”
Sang Nabi kembali pulang dengan gigil yang makin mengkhawatirkan Khadijah. Diselimutinya penuh kasih. Disapunya dahi yang digenangi keringat dengan jemari lembut, dikecupnya dengan senyum yang tulus dan memejam mata. Dihiburnya penuh cinta. ”Sungguh engkau adalah seorang yang selalu menyambung silaturrahim, tempat bergantung anak-anak yatim, dan penyantun orang-orang miskin. Demi Allah, Dia takkan pernah menyia-nyiakan engkau.”
Saat itulah, paksaan kembali hadir. Ia yang menjingkrung hangat di dalam selimut disentak wahyu. Ia menggigil lagi, bersimbah dingin yang merembes dari pori-pori. Wahyu itu, Surat Al Mudatstsir, menyengatnya dengan kalimat-kalimat perintah. Bergemerincing memekakkan. Pendek-pendek. Tegas. Jelas. ”Hai orang yang berselimut! Bangunlah, lalu berikan peringatan! Dan Rabbmu agungkanlah! Dan pakaianmu sucikanlah! Dan dosa-dosa tinggalkanlah! Dan janganlah kau memberi dengan maksud mendapat yang lebih banyak!”
Maka senarai pemaksaan itu semakin panjang dengan penegasan di rangkaian ayat yang juga membangunkannya dari kehangatan selimut lembut, Surat Al Muzammil. ”Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat”, begitu firmanNya di ayat kelima. Maka dimulailah sebuah proses panjang yang melelahkan pada diri Sang Nabi untuk mengubah dunia. Kata ’paksa’ tentu bermakna bahwa beliau, Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam menjalani segala itu bukan dengan leha beruncang kaki, tapi dengan berlelah-lelah. Payah. Bangun untuk shalat di malam hari. Berjalan kian kemari di siang hari, menyeru kerabatnya, menyeru kaumnya.
Dalam lelah itu, bertambah-tambah beban yang harus ditanggungnya. Bertimpuk-timpuk umpatan, ejekan, dan disebut gila. Iming-iming, intimidasi, dan fitnah. Guyuran isi lambung unta saat sujudnya. Duri-duri yang ditebar sepanjang pias. Pernah juga ia berdarah-darah dikejar orang, dilempar batu, disrimpung kayu, direcok senjata. Tapi ada lagi yang lebih menyesakkannya. Saat ia menyaksikan sahabat-sahabat yang dalam imannya harus disiksa, dipanggang dengan salib di pasir menyala, dan dibunuh.
Dari Shalahuddin, dari Sang Nabi, kita belajar tentang salah satu jalan untuk meretas keberhasilan. Jalan pemaksaan diri dalam maknanya yang positif. Sunnah kehidupan menegaskan adanya pintu keharusan dan pemaksaan. Bagi mereka yang secara sadar memilihnya, ada lompatan yang mengantar mereka pada mutu diri yang lebih tinggi. Berbuka terasa nikmat karena kita berpuasa. Yang manis terasa lebih menggigit karena kepahitan telah kita telan. ”Mawar merekah indah”, kata Jalaluddin Ar Rumi, ”Karena awan-awan merelakan diri jatuh ke bumi.”
Maka begitulah, jalan cinta para pejuang memiliki tabiat berlelah-lelah. Ada yang membuat kita harus memaksa diri. Goda kantuk di saat kewajiban bertumpuk. Ranjang yang hangat, isteri yang cantik, selimut yang lembut, dan dingin yang bersiraja di luar sana. Bagaimanapun, ini adalah pilihan bagi mereka yang memiliki keberanian. Ada istilah eustress. Eustress, kata Stephen R. Covey dalam The 8th Habit, adalah sesuatu yang mendesak kita, yang berasal dari keinginan untuk hidup bermakna.
Banyak orang menyamakan disiplin dan memaksa diri dengan tiadanya kebebasan. Kata mereka, ”Keharusan membunuh spontanitas. Tak ada kebebasan dalam keharusan. Saya ingin melakukan apa yang saya inginkan. Itulah kebebasan, bukan tugas.” Pada kenyatannya sebaliknyalah yang benar. Hanya orang-orang yang berdisiplinlah yang benar-benar bebas. Orang-orang yang tidak disiplin adalah budak dari suasana hatinya, budak kesenangan, dan nafsu-nafsunya.
Allah mengaruniai kita dua daya; untuk berbuat durhaka dan berbuat taqwa. Untuk menjadi jahat, dan untuk menjadi baik. Seringkali, daya yang kita butuhkan untuk meniti kebaikan sama besarnya dengan daya yang kita hajatkan untuk mengelak dari keburukan. Bahkan mungkin lebih berat, jika kita pertimbangkan goda dari luar diri kita. Ada isteri, anak, dan harta yang tidak berkah hingga menjadi fitnah, -Na’udzu billaahi min dzalik-. Ada syaithan dari jin dan manusia. Mereka berseliput di seputar kita, tak rela kita menjadi baik, tak ingin kita mukti dan mulia. Maka melawan mereka –dengan bijak hati dan keikhlasan tertinggi- adalah pintu pemaksa lain yang harus kita ketuk.
Di jalan cinta para pejuang, kita ucapkan ”Laa haulaa wa laa quwwata illaa billaah.. Tiada daya untuk taat, dan tiada kekuatan untuk menjauhi maksiat kecuali dengan pertolongan Allah.” Dan sesudah mengucapkannya, kita harus memaksa diri melangkahkan kaki di jalan cinta para pejuang. Walau terantuk, walau tersaruk, walau terhuyung. Walau kadang limbung digalut bingung..

kekhawatiran tak menjadikan bahayanya membesar
hanya dirimu yang mengerdil
tenanglah, semata karena Allah bersamamu
maka tugasmu hanya berikhtiyar
dan di sana pahala surga menantimu

 salim-a-fillah

Do'a...

0
Diposting oleh cahAngon on 05 April 2010
DO'A
Dilantunkan oleh K.H. Rahmat Abdullah pada Deklarasi Partai
Keadilan
Lapangan Masjid Agung Al-Azhar Jakarta, 09 Agustus 1998, yang
diiringi oleh tetesan air mata hadirin.


Ya ALLAH, berikan taqwa kepada jiwa-jiwa kami dan sucikan dia.
Engkaulah sebaik-baik yang, mensucikannya.
Engkau pencipta dan pelindungnya
Ya ALLAH, perbaiki hubungan antar kami
Rukunkan antar hati kami
Tunjuki kami jalan keselamatan
Selamatkan kami dari kegelapan kepada terang
Jadikan kumpulan kami jama'ah orang muda yang menghormati orang
tua
Dan jama'ah orang tua yang menyayangi orang muda
Jangan Engkau tanamkan di hati kami kesombongan dan kekasaran
terhadap sesama hamba beriman
Bersihkan hati kami dari benih-benih perpecahan, pengkhianatan dan
kedengkian
Ya ALLAH, wahai yang memudahkan segala yang sukar


Wahai yang menyambung segala yang patah
Wahai yang menemani semua yang tersendiri
Wahai pengaman segala yang takut
Wahai penguat segala yang lemah
Mudah bagimu memudahkan segala yang susah
Wahai yang tiada memerlukan penjelasan dan penafsiran
Hajat kami kepada-Mu amatlah banyak
Engkau Maha Tahu dan melihatnya
Ya ALLAH, kami takut kepada-Mu
Selamatkan kami dari semua yang tak takut kepada-Mu
Jaga kami dengan Mata-Mu yang tiada tidur
Lindungi kami dengan perlindungan-Mu yang tak tertembus
Kasihi kami dengan kudrat kuasa-Mu atas kami
Jangan binasakan kami, karena Engkaulah harapan kami
Musuh-musuh kami dan semua yang ingin mencelakai kami
Tak akan sampai kepada kami, langsung atau dengan perantara
Tiada kemampuan pada mereka untuk menyampaikan bencana kepada
kami
"ALLAH sebaik baik pemelihara dan Ia paling kasih dari segala
kasih"
Ya ALLAH, kami hamba-hamba-Mu, anak-anak hamba-Mu


Ubun-ubun kami dalam genggaman Tangan-Mu
Berlaku pasti atas kami hukum-Mu
Adil pasti atas kami keputusan-Mu
Ya ALLAH, kami memohon kepada-Mu
Dengan semua nama yang jadi milik-Mu
Yang dengan nama itu Engkau namai diri-Mu
Atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu
Atau Engkau ajarkan kepada seorang hamba-Mu
Atau Engkau simpan dalam rahasia Maha Tahu-Mu akan segala ghaib
Kami memohon-Mu agar Engkau menjadikan Al Qur'an yang agung
Sebagai musim bunga hati kami
Cahaya hati kami
Pelipur sedih dan duka kami
Pencerah mata kami
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Nuh dari taufan yang
menenggelamkan dunia
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Ibrahim dari api kobaran yang
marak menyala
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Musa dari kejahatan Fir'aun dan
laut yang mengancam nyawa


Ya ALLAH, yang menyelamatkan Isa dari Salib dan pembunuhan
oleh kafir durjana
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Muhammad alaihimusshalatu
wassalam dari kafir Quraisy durjana, Yahudi pendusta, munafik
khianat, pasukan sekutu Ahzab angkara murka
Ya ALLAH, yang menyelamatkan Yunus dari gelap lautan, malam,
dan perut ikan
Ya ALLAH, yang mendengar rintihan hamba lemah teraniaya
Yang menyambut si pendosa apabila kembali dengan taubatnya
Yang mengijabah hamba dalam bahaya dan melenyapkan prahara
Ya ALLAH, begitu pekat gelap keangkuhan, kerakusan dan dosa
Begitu dahsyat badai kedzaliman dan kebencian menenggelamkan
dunia
Pengap kehidupan ini oleh kesombongan si durhaka yang membuat-
Mu murka
Sementara kami lemah dan hina, berdosa dan tak berdaya
Ya ALLAH, jangan kiranya Engkau cegahkan kami dari kebaikan
yang ada pada-Mu karena kejahatan pada diri kami


Ya ALLAH, ampunan-Mu lebih luas dari dosa-dosa kami
Dan rahmah kasih sayang-Mu lebih kami harapkan daripada amal
usaha kami sendiri
Ya ALLAH, jadikan kami kebanggaan hamba dan nabi-Mu
Muhammad SAW di padang mahsyar nanti
Saat para rakyat kecewa dengan para pemimpin penipu yang
memimpin dengan kejahilan dan hawa nafsu
Saat para pemimpin cuci tangan dan berlari dari tanggung jawab
Berikan kami pemimpin berhati lembut bagai Nabi yang menangis
dalam sujud malamnya tak henti menyebut kami, ummati ummati,
ummatku ummatku
Pemimpin bagai para khalifah yang rela mengorbankan semua
kekayaan demi perjuangan
Yang rela berlapar-lapar agar rakyatnya sejahtera
Yang lebih takut bahaya maksiat daripada lenyapnya pangkat dan
kekayaan
Ya ALLAH, dengan kasih sayang-Mu Engkau kirimkan kepada kami
da'i penyeru iman
Kepada nenek moyang kami penyembah berhala
Dari jauh mereka datang karena cinta mereka kepada da'wah
Berikan kami kesempatan dan kekuatan, keikhlasan dan kesabaran
http://hdn.edu.ms
Untuk menyambung risalah suci dan mulia ini
Kepada generasi berikut kami
Jangan jadikan kami pengkhianat yang memutuskan mata rantai
kesinambungan ini
Dengan sikap malas dan enggan berda'wah
Karena takut rugi dunia dan dibenci bangsa

Syuro Efektif ( Khatam )

0
Diposting oleh cahAngon on 15 Februari 2010 , in
E. Mengoptimalkan Kerja Syuro

Perlu ada beberapa langkah-langkah yang dilakukan antara lain :
1. Tanamkan pemahaman tentang syuro yang baik kepada anggota syuro yang lain ingatkan bahwa ketika keputusan yang mereka hasilkan adalah keputusan kolektif yang tidak hanya berasal dari pendapat mereka saja tapi juga pendapat jamaah secara umum.

2. Pilih pengurus yang peka. Sebaiknya anggota syuro yang dipilih tidak hanya orang-orang yang “gaul” saja tapi juga orang-orang yang memiliki kemauan membaca yang kuat demi terciptanya iklim diskusi ilmiah yang sehat dalam syuro itu sendiri.

3. Bumikan syuro tersebut kepada para jama’ah sehingga jama’ah merasa nyaman akan kehadirannya dan mereka bisa menyalurkan aspirasi secara bebas dan nyaman sudah bukan jamannya lagi ada “Invisible hand” seperti jaman represi dulu dan jama’ah juga bukanlah orang bodoh yang bisa ditipu dengan embel-embel doktrin sami’na wa atho’na karena untuk hal yang satu ini jama’ah pun mempunyai hak dalam menolak (kalau alasannya syar’i dan logis) seperti kasus Umar bin Khattab yang pernah berfatwa tentang pembatasan mahar namun ditolak oleh seorang wanita.

4. Sebaiknya diterapkan sisem reward and punishment dalam syuro itu sendiri
maskudnya adalah apabila ternyata ada anggota yang tidak produktif dalam syuro tersebut jangan ragu-ragu untuk menggantikannya (setelah terlebih dahulu ditegur dan dinasehati) mengingat ini demi keberlangsungan dan keefektifan syuro itu sendiri dan keputusan orang yang akan menggantikannya juga harus keputusan kolektif bukan qiyadah.

5. Ingatkan sekali lagi pada para anggota syuro bahwa mereka bukanlah orang-orang istimewa diantara para jama’ah namun lebih pada penyaring aspirasi jama’ah untuk mengetahui kemana arah biduk perahu dakwah selanjutnya.

6. Evaluasi ini adalah langkah terpenting bagi sebuah syuro karena tanpa evaluasi tidak bisa diketahui apakah syuro tersebut telah berhasil atau tidak serta menjadi bahan bagi masukan bagi syuro selanjutnya.

Dengan adanya 6 langkah diatas diharapakan adanya introspeksi dan evaluasi bagi kita untuk mengetahui apakah syuro yang kita langsungkan berjalan efektif atau hanya menjadi beban saja bagi jama’ah.

F. Adab Syuro

Dakwah merupakan kewajiban utama dan pokok setiap muslim sebagaimana firman Allah SWT. “ ….dan suruhlah manusia mengerjakan amar ma’ruf dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar…” [QS. 31 : 17]
Perlu adanya pemahaman bagi setipa peserta syuro, di antaranya :

1. Harus ada keikhlasan dan nuansa spiritual yang kental sehingga setiap orang merasa bahwa pendapat-pendapatnya akan mempengaruhi kehidupan orang lain.

2. Harus ada semangat kebebasan dan kesetaraan yang memungkinkan setiap orang berpendapat tanpa merasa sungkan atau segan dengan seseorang yang lain.

3. Harus ada tradisi ilmiah yang kokoh, dimana kesantunan, rasionalitas, dan objektivitas, dan metodologi serta data empiris dijunjung tinggi.

4. Harus ada kelapangan dada yang memadai untuk dapat menampung berbagai perbedaan pendapat, sehingga keragaman menjadi sumber dinamika dan pertumbuhan, bukan malah sebagai sumber konflik dan perpecahan.

5. Harus ada manajemen waktu yang efektif untuk menjamin bahwa setiap masalah mendapat jatah waktu yang layak untuk pembahasan, dan setiap orang mendapat kesempatan yang cukup untuk menyampaikan pikiran-pikirannya.

6. Harus ada semangat instrospeksi yang cukup untuk menjamin kita tetap objektif memandang diri kita sendiri, tidak terjerumus dalam pengkambinghitaman, fitnah, dan konflik antarindividu.

7. Harus ada sikap natural dan wajar dalam memandang kesalahan-kesalahan yang kita lakukan sendiri. Kita tidak perlu merasa bersalah secara berlebihan. Merasa bersalah itu penting, tapi berlebihan dalam perasaan bersalah juga negatif.

8. Harus ada sikap proporsional dalam tafsir konspirasi, sehingga kita tidak perlu membuat musuh kelihatan terlalu digdaya karena selalu sukses dalam konspirasinya atau membuat kita bersikap defensif karena terlalu berhati-hati.

9. Harus ada pandangan masa depan yang visioner karena keputusan-keputusan kita hari ini merupakan inpur yang outputnya akan muncul beberapa tahun kemudian. Kita akan membayar harga terlalu mahal jika tidak meletakkan persoalan-persoalan strategis kita hari ini dalam kerangka visi masa depan yang jelas dan kuat.

Adab Syuro :
1. Kesediaan untuk memberikan kontribusi pendapat
2. Dilakukan dengan motivasi mencari Ridho Allah SWT
3. Mentaati keputusan syuro tanpa kepentingan pribadi (QS Assyuro 42 : 48 ”dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) Rabb Nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan…” )
4. Mengutamakan mufakat sebelum voting (konsensus)
5. Tidak mendominasi pembicaraan
6. Memberikan kesempatan yang cukup untuk menganalisa persoalan
7. Lapang dada dan bersabar terhadap perbedaan yang terjadi
8. Tidak menyembunyikan dat/fakta yang bertentangan dengan pendapatnya
9. dipimpin oleh orang yang adil dan tidak berpihak
10. meyakini bahwa kesalahan hasil syuro lebih baik daripada egoisme pribadi

Semua divisi berkomitmen dan bersungguh-sungguh untuk menunaikan kewajibannya, sehingga output dakwah bisa maksimal
 Kewajiban-kewajiban di atas dimaksudkan untuk memudahkan kerja pengurus dan mempersiapkan sedini mungkin laporan pertanggung jawaban di akhir kepengurusan
Dakwah membutuhkan kekokohan ma’na da’awiyah, jasadiah, tsaqofah dan profesionalisme

G. Adab Berbicara, Mendengar, dan Berdebat dalam Islam

Adab Berbicara
1. Semua pembicaraan harus kebaikan, (QS 4/114, dan QS 23/3), dalam hadits nabi SAW disebutkan: “Barangsiapa yang beriman pada ALLAH dan hari akhir maka hendaklah berkata baik atau lebih baik diam.” (HR Bukhari Muslim)

2. Berbicara harus jelas dan benar, sebagaimana dalam hadits Aisyah ra: “Bahwasanya perkataan rasuluLLAH SAW itu selalu jelas sehingga bias difahami oleh semua yang mendengar.” (HR Abu Daud)

3. Seimbang dan menjauhi bertele-tele, berdasarkan sabda nabi SAW: “Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku nanti di hari Kiamat ialah orang yang banyak omong dan berlagak dalam berbicara.” Maka dikatakan: Wahai rasuluLLAH kami telah mengetahui arti ats-tsartsarun dan mutasyaddiqun, lalu apa makna al-mutafayhiqun? Maka jawab nabi SAW: “Orang2 yang sombong.” (HR Tirmidzi dan dihasankannya)

4. Menghindari banyak berbicara, karena kuatir membosankan yang mendengar, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Wa’il: Adalah Ibnu Mas’ud ra senantiasa mengajari kami setiap hari Kamis, maka berkata seorang lelaki: Wahai abu AbduRRAHMAN (gelar Ibnu Mas’ud)! Seandainya anda mau mengajari kami setiap hari? Maka jawab Ibnu Mas’ud : Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku memenuhi keinginanmu, hanya aku kuatir membosankan kalian, karena akupun pernah meminta yang demikian pada nabi SAW dan beliau menjawab kuatir membosankan kami (HR Muttafaq ‘alaih)

5. Mengulangi kata-kata yang penting jika dibutuhkan, dari Anas ra bahwa adalah nabi SAW jika berbicara maka beliau SAW mengulanginya 3 kali sehingga semua yang mendengarkannya menjadi faham, dan apabila beliau SAW mendatangi rumah seseorang maka beliau SAW pun mengucapkan salam 3 kali. (HR Bukhari)

6. Menghindari mengucapkan yang bathil, berdasarkan hadits nabi SAW: “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang diridhai ALLAH SWT yang ia tidak mengira yang akan mendapatkan demikian sehingga dicatat oleh ALLAH SWT keridhoan-NYA bagi orang tersebut sampai nanti hari Kiamat. Dan seorang lelaki mengucapkan satu kata yang dimurkai ALLAH SWT yang tidak dikiranya akan demikian, maka ALLAH SWT mencatatnya yang demikian itu sampai hari Kiamat.” (HR Tirmidzi dan ia berkata hadits hasan shahih; juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

7. Menjauhi perdebatan sengit, berdasarkan hadits nabi SAW: “Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapatkan hidayah untuk mereka, melainkan karena terlalu banyak berdebat.” (HR Ahmad dan Tirmidzi)

8. Dan dalam hadits lain disebutkan sabda nabi SAW: “Aku jamin rumah didasar surga bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah ditengah surga bagi yang menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku jamin rumah di puncak surga bagi yang baik akhlaqnya.” (HR Abu Daud)

9. Menjauhi kata-kata keji, mencela, melaknat, berdasarkan hadits nabi SAW: “Bukanlah seorang mu’min jika suka mencela, mela’nat dan berkata-kata keji.” (HR Tirmidzi dengan sanad shahih)

10. Menghindari banyak canda, berdasarkan hadits nabi SAW: “Sesungguhnya seburuk-buruk orang disisi ALLAH SWT di hari Kiamat kelak ialah orang yang suka membuat manusia tertawa.” (HR Bukhari)

11. Menghindari menceritakan aib orang dan saling memanggil dengan gelar yang buruk, berdasarkan QS 49/11, juga dalam hadits nabi SAW: “Jika seorang menceritakan suatu hal padamu lalu ia pergi, maka ceritanya itu menjadi amanah bagimu untuk menjaganya.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi dan ia menghasankannya)

12. Menghindari dusta, berdasarkan hadits nabi SAW: “Tanda-tanda munafik itu ada 3, jika ia bicara berdusta, jika ia berjanji mengingkari dan jika diberi amanah ia khianat.” (HR Bukhari)

13. Menghindari ghibah dan mengadu domba, berdasarkan hadits nabi SAW: “Janganlah kalian saling mendengki, dan janganlah kalian saling membenci, dan janganlah kalian saling berkata-kata keji, dan janganlah kalian saling menghindari, dan janganlah kalian saling meng-ghibbah satu dengan yang lain, dan jadilah hamba-hamba ALLAH yang bersaudara.” (HR Muttafaq ‘alaih)

14. Berhati-hati dan adil dalam memuji, berdasarkan hadits nabi SAW dari AbduRRAHMAN bin abi Bakrah dari bapaknya berkata: Ada seorang yang memuji orang lain di depan orang tersebut, maka kata nabi SAW: “Celaka kamu, kamu telah mencelakakan saudaramu! Kamu telah mencelakakan saudaramu!” (2 kali), lalu kata beliau SAW: “Jika ada seseorang ingin memuji orang lain di depannya maka katakanlah: Cukuplah si fulan, semoga ALLAH mencukupkannya, kami tidak mensucikan seorangpun disisi ALLAH, lalu barulah katakan sesuai kenyataannya.” (HR Muttafaq ‘alaih dan ini adalah lafzh Muslim)

15. Dan dari Mujahid dari Abu Ma’mar berkata: Berdiri seseorang memuji seorang pejabat di depan Miqdad bin Aswad secara berlebih-lebihan, maka Miqdad mengambil pasir dan menaburkannya di wajah orang itu, lalu berkata: Nabi SAW memerintahkan kami untuk menaburkan pasir di wajah orang yang gemar memuji. (HR Muslim)

Adab Mendengar
1. Diam dan memperhatikan (QS 50/37)
2. Tidak memotong/memutus pembicaraan
3. Menghadapkan wajah pada pembicara dan tidak memalingkan wajah darinya sepanjang sesuai dengan syariat (bukan berbicara dengan lawan jenis)
4. Tidak menyela pembicaraan saudaranya walaupun ia sudah tahu, sepanjang bukan perkataan dosa.
5. Tidak merasa dalam hatinya bahwa ia lebih tahu dari yang berbicara

Adab Menolak / Tidak Setuju
1. Ikhlas dan menghindari sifat senang menjadi pusat perhatian
2. Menjauhi ingin tersohor dan terkenal
3. Penolakan harus tetap menghormati dan lembut serta tidak meninggikan suara
4. Penolakan harus penuh dengan dalil dan taujih
5. Menghindari terjadinya perdebatan sengit
6. Hendaknya dimulai dengan menyampaikan sisi benarnya lebih dulu sebelum mengomentari yang salah
7. Penolakan tidak bertentangan dengan syariat
8. Hal yang dibicarakan hendaknya merupakan hal yang penting dan dapat dilaksanakan dan bukan sesuatu yang belum terjadi
9. Ketika menolak hendaknya dengan memperhatikan tingkat ilmu lawan bicara, tidak berbicara di luar kemampuan lawan bicara yang dikuatirkan menjadi fitnah bagi diri dan agamanya
10. Saat menolak hendaknya menjaga hati dalam keadaan bersih, dan menghindari kebencian serta penyakit hati.

Ingat!!! Syuro’ hanya bagian kecil penopang dakwah. Terkadang yang terjadi di lapangan adalah rajin melakukan koordinasi, padahal saat itulah seharusnya beraksi. Dakwah tidak bisa dibangun dengan berlelah-lelah dalam majelis syuro’!
Orientasikan kembali syuro–syuro’ kita yang dijalani selama ini untuk mendapat ridho Allah semata. Allah ghoyatuna…..Karena Alloh adalah tujuan akhir kita. Jangan kita terjebak dengan tujuan-tujuan “antara” yang ingin kita capai, seperti suksesnya suatu kegiatan misalnya. Boleh jadi keberhasilan-keberhasilan yang akan kita capai adalah baik tapi itu dalam sudut pandang kita, tapi bagaimana dengan ridho Allah?!! Oleh karena itu, minimal coba kembali menata niatan kita setiap kali akan syuro’. Dan mencoba berusaha dengan jalan yang benar-benar diridhoi oleh Allah. Dan jangan sampai terkena sindromnya
Mendorong kita untuk terjun dengan da’wah ini…..

Da’wah yang tenang, namun lebih gemuruh
Dari tiupan angin topan yang menderu…..
Da’wah yang rendah hati, namun lebih perkasa
Dari keangkuhan gunung yang menjulang…
Da’wah yang terbatas, namun jangkauannya
Lebih luas dari belahan bumi seluruhnya..
[Majmu’ah rasail, hal 141]

(copas dari tetangga...)

Kajian Riyadhus Shalihin

0
Diposting oleh aa on 08 Februari 2010 , in

Kajian Riyadhus Shalihin
Ahad, 7 Februari 2010, bersama Ust. Beni Amri, Lc, membedah bab pertama dari Kitab Riyadhus Shalihin yg di tulis oleh Imam Nawawi, Ulama yg lahir ~800 th yg lampau. Kajian perdana yg membahas bab ikhlas & niat. Kegiatan yg di gawangi Tim BPK DPRa Cipinang Besar Utara dengan komandannya mas Sugiyanto, semoga bisa menjadikan sumber pencerahan buat kita semua yg haus akan Ilmu. Alhamdulillah kajian perdana ini di hadiri ~ 80 orang Kader & Simpatisan Partai Keadilan Sejahtera Cipinang Besar Utara



Sebagai langkah awal di tahun 2010, konsolidasi internal layaklah untuk di syukuri, keberadaan kajian ini bisa menjadi ajang untuk bersilaturahim, menambah wawasan keislaman & juga ajang sosialisasi kegiatan lain yg akan kami adakan. Semoga menjadi cerminan, bahwa kita bisa menjawab tantangan dan menjadi solusi bagi setiap permasalahan yg berkembang di masyarakat, menjadi pelopor perubahan ditengah masyarakat Cipinang Besar Utara, di hamparan bumi tercinta Indonesia Raya.

Syuro Efektif 2

0
Diposting oleh cahAngon on 02 Februari 2010 , in
C. Agar Syuro lebih Efektif
 
1. Pemberitahuan rapat sejak awal.
Pada kondisi tidak mendadak, biasanya syuro sudah terencana sebelumnya. Ada baiknya bila pemimpin rapat memberitahu sejak dini kapan syuro akan diadakan dan dimana tempatnya. Pemberitahuan ini diharapkan dapat memberikan waktu untuk berpikir para anggota rapat terkait ide yang bisa diberikan di syuro, serta mengalokasikan waktunya untuk hadir dan berpikir di rapat ini, sehingga peserta syuro dapat lengkap.


2. Waktu pasti rapat.
Dalam kondisi sesama kader yang sibuk, kita perlu sekiranya mematok waktu rapat secara tegas, sebutlah untuk lima pembahasan kita memerlukan waktu 60 menit, maka saat memberi info jadwal syuro, kita akan memberitahu waktu yang dialokasikan adalah satu jam saja. Dengan adanya waktu yang tepat, akan membangun budaya menghargai waktu diantara peserta syuro.


3. Pemberitahuan agenda pembahasan.
Agar pembahasan yang dilakukan dapat menghasilkan keputusan yang tepat, maka sebaiknya agenda apat diberitahukan bersamaan dengan pemberitahuan jadwal rapat. Agenda rapat tidak sekedar pembahasan umum seperti “rapat panitia ramadhan, atau rapat departemen media”, akan tetapi dengan pemberitahuan spesifik seperti “agenda rapat : sinkronisasi timeline antardepartemen, distribusi dan alokasi dana untuk 3 bulan kedepan, atau penentuan penerima beasiswa organisasi. Ini merupakan contoh yang bisa digunakan, sehingga peserta rapat akan berpikir untuk mengeluarkan idenya sebelum rapat, hal ini membuat pembahasan menjadi cepat dan efektif.


4. Memulai rapat tepat waktu.
Terkadang sebagai pemimpin rapat kita segan memulai rapat ketika anggota masih sedikit, disini perlu adanya leader will untuk mengubah kebiasaan yang ada, dengan memulai rapat tepat waktu berapa pun anggota yang telah ada. Dengan adanya kebisaan ini , lambat laun akan adanya willingness dari peserta rapat untuk selalu datang rapat tepat waktu.


5. Memanfaatkan media rapat secara efektif.
Media syuro penunjang minimal adalah papan tulis dan spidol yang memungkinkan peserta rapat mengikuti pembahasan secara tepat. Jika memungkinkan penggunaan media pendukung seperti laptop dan infokus untuk memudahkan penampilan data pendukung untuk bahan penunjang rapat. Bentuk media pada dasarnya bisa apa saja yang terpenting dapat memenuhi kebutuhan.


6. Hanya satu notulensi saja.
Pada sebuah syuro ada baiknya hanya satu orang saja yang ditugaskan sebagai pencatat, agar peserta lain dapat fokus pada pembahasan. Jika memungkinkan, rapat direkam saja dalam MP3, sehingga tidak ada satupun peserta rapat yang tidak fokus. Penggunaan perangkat penunjang seperti laptop bisa digunakan agar setelah rapat selesai seluruh peserta rapat meng-copy ­–data hasil notulensi rapat.


7. Dinamisasi rapat.
Seorang pemimpin rapat diharapkan dapat mendinamisasi rapat dengan memberikan kesempatan – ika perlu dipancing – peserta rapat agar bisa mengungkapkan pemikirannya.

8. Kesimpulan dan pembagian tugas

Setelah semua pembahasan selesai, seorang pemimpin rapat atau notulen diharapkan mengulang semua hasil pembahasan dan pembagian tugas yang perlu dilakukan setelah rapat ini. Dengan adanya penjelasan ulang dan jobdesk yang jelas, aplikasi dari rapat dapat berjalan dengan baik.

9. Ketegasan dari pemimpin rapat.

Pada dasarnya tidak ada keputusan yang terbaik, akan tetapi yakinlah bahwa keputusan yang diambil melalui sebuah musyawarah adalah hasil yang dinilai Allah sebagai sebuah kebaikan, manusia ditugaskan untuk berpikir dan bertindak, sedangkan Allah menentukan hasilnya. Sebagai seorang pemimpin rapat diperlukan adanya ketegasan dan kebijakan untuk menentukan sebuah keputusan, ketegasan ini juga akan berdampak secara psikologis terhadap jalannya sebuah keputusan di lapangan pasca-rapat.

10. Serba aneka pendukung. 

Sebagai sebuah organisasi dakwah maka tentu ada faktor non-teknis yang diperlukan untuk mendukung rapat yang dilakukan. Dalam sebuah agenda dakwah maka keberkahan dari Allah adalah orientasi kita, dan selalu terisinya nilai samawi dalam diri menjadi sebuah kekuatan tersendiri bagi kita dalam menjalankan aktifitas dakwah.
a. Adanya ketentuan untuk melakukan beberapa aktifitas ibadah pendukung sebelum rapat, seperti himbauan untuk tilawah beberapa halam sebelum syuro, atau kewajiban untuk Qiyamulail sebelum syuro.
b. Syuro diisi oleh tausiyah singkat ( tidak lebih dari 15 % alokasi waktu rapat-untuk efektifitas ) yang diharapkan dapat menjadi motivasi dan pengisi ruhiyah peserta rapat.
c. Syuro dimulai dengan tilawah atau tasmi untuk memberikan penyegaran diri di awal syuro, dan syuro diakhir dengan do’a agar apa yang telah dibahas dan yang akan dilaksanakan mendapat kemudahan dari Allah

Secara umum pola pembahasan bisa seperti berikut :
1. Penyampaian masalah / agenda pembahasan
2. Pemaparan singkat data pendukung
3. Brainstorming analisis
4. Brainstorming solusi
5. Memilih alternatif solusi
6. Kesimpulan
7. Ketegasan dari pemimpin rapat.

Pada dasarnya tidak ada keputusan yang terbaik, akan tetapi yakinlah bahwa keputusan yang diambil melalui sebuah musyawarah adalah hasil yang dinilai Allah sebagai sebuah kebaikan, manusia ditugaskan untuk berpikir dan bertindak, sedangkan Allah menentukan hasilnya. Sebagai seorang pemimpin rapat diperlukan adanya ketegasan dan kebijakan untuk menentukan sebuah keputusan, ketegasan ini juga akan berdampak secara psikologis terhadap jalannya sebuah keputusan di lapangan pasca-rapat.

D. Mekanisme Syuro

 
1. Syuro dihadiri oleh minimal 50% personil dept./biro./panitia.


2. Agenda syuro harus jelas dan disosialisasikan minimal satu hari sebelumnya, kecuali agenda-agenda yang penting dan mendadak untuk segera direspon.


3. Agar syuro berjalan efektif, maka masing-masing anggota menyiapkan usulan, ide, gagasan ataupun solusi sesuai agenda syuro yang akan dibahas dan untuk dibawa ke forum.


4. Keputusan-keputusan yang dapat merubah sistem ataupun konsep serta hal-hal yang dianggap fundamental akan sah jika memenuhi kuorum 1/2n+1.


5. Ketidaksanggupan dalam menghadiri syuro tidak menjadi alasan untuk tidak berkontribusi. Kontribusi bisa diberikan dengan menitipkan pada anggota yang hadir. Dan menerima segala keputusan yang telah diambil dalam syuro.


6. Pengurus yang tidak hadir wajib berinisiatif menanyakan informasi mengenai syuro yang telah berlangsung, minimal mengenai:
 Waktu dan tempat syuro selanjutnya.
Ø
 Agenda-agenda syuro yang telah dibahas.
Ø
 Agenda-agenda syuro yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya.
Ø
 Iqob apa yang harus diterima bagi mereka yang tidak hadir.
Ø

7. Bagi yang berhalangan hadir atau akan terlambat dalam mengikuti syuro, wajib memberitahukan kepada pimpinan syuro dalam tempo minimal 2 jam sebelum syuro. Setelah itu, dianggap tidak izin dan akan dikenai iqob.


8. Setiap syuro dilakukan pencatatan jurnal syuro sesuai dengan format::
1. Tempat, hari dan tanggal
2. Presensi
3. Jam dan durasi waktu pembahasan
4. Agenda
5. Pembahasan agenda
6. Kesimpulan
7. Tempat, jadwal dan agenda syuro selanjutnya
8. Sarana syuro yang mesti ada dan disiapkan: Hijab, Papan tulis , Spidol, Penghapus papan tulis.


9. Dalam pembahasan agenda syuro, mesti ditentukan pembatasan pembahasan.


10. Syuro harus memiliki output/hasil yang jelas Konseptual dan atau Operasional (untuk hasil berupa kesepakatan operasional, PJ-nya harus jelas)


11. Alur syuro:
Pembukaan :
a) Prolog (minimal basmalah dan shalawat)
b) Tilawah
c) Taushiyyah/Kultum


Pembahasan :
a) Penentuan agenda syuro (rencana agendaàusulan agendaàfiksasi agenda)
b) Skala prioritas pembahasan
1. Agenda mendesak (urgen) & penting
2. Agenda mendesak (urgen & kurang penting
3. Agenda penting & kurang mendesak
c) Pembahasan agenda point per point
1. Pendefinisian masalah
2. Brainstorming solusi
3. Penggodokan solusi
4. Pengambilan keputusan
5. Pembacaan ulang hasil keputusan
Penutup :
a) Kesimpulan syuro
b) Penertiban administrasi (presensi, iqob)
c) Ta’limat & I’lan (instruksi & informasi)


12. Penentuan iqab syuro diserahkan ke masing-masing Dept./Biro./Kepanitiaan.

Mekanisme tambahan (Biasanya dilakukan pada syuro perdana)
1. Mukaddimah
2. Tilawah Qur’an
3. Taujih / Tausyiah
4. Membuat notulensi syuro internal divisi
5. Membuat jaringan komunikasi standar. Jarkom ini akan dimanfaatkan untuk transfer informasi, media pengerahan massa
6. Membuat absensi setiap kali syuro
7. Melakukan mutaba’ah yaumiah
8. Melakukan pengawasan kerja anggotanya dan meneliti keadaan anggota yang mengalami kefuturan melalui lembar mutaba’ah yaumiyah
9. Melaporkan segala masalah yang terjadi kepada qiyadah di atasnya baik dalam syuro, forum silaturahim maupun di waktu-waktu senggang
10. Ketua divisi menghadiri syuro kadiv-kadiv 1x tiap bulan
11. Menginformasikan terlebih dahulu kepada BPH apabila akan mengadakan syuro. Karena BPH juga berusaha untuk mengikuti syuro dan mengetahui permasalahan yang terjadi di dalam pengurus internal divisi
12. Menyepakati membayar iuran infaq anggota pengurus tiap bulan




(ntar ada lagi lanjutanya.....)

Syuro yg Efektif..

0
Diposting oleh cahAngon on 26 Januari 2010 , in

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.
(42/Asy-syuura : 38)


A. Urgensi Syuro
 
“Apa targetnya? Capainnya apa? Alurnya seperti apa? Parameter keberhasilannya apa? Konsepnya yang jelas ya!! Syuro di sana syuro di sini”.
Kata-kata diatas mungkin sudah akrab di telinga kita. Bahkan jadi menu makan siang kita. Ya..itulah aktivitas syuro.’ Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu keputusan hendaknya diawali dengan jalan yang baik, salah satunya musyawarah/syuro.’ Ya, karena dengan syuro’ yang kita dahulukan hendaknya bisa membuka grendel keangkuhan yang ada di hati. Menyatukan pikiran-pikiran yang menghasilkan sebuah keputusan yang bisa bermanfaat bagi ummat.
Mengingat urgensi syuro’ ini maka dibutuhkan persiapan yang baik pula. Baik itu niatan, rihiyah, fikriyah bahkan jasadiyah. Jangan sampai kita datang syuro’ dengan “energi sisa”. Energi sisa praktikum, sisa ujian, sisa kuliah, sisa makan, dll. Karena hasilnya pun menjadi “keputusan sisa.” Tak jarang dalam satu hari para aktivis da’wah bisa menghadiri 3 syuro’ bahkan lebih. Bila persiapan kita tidak baik maka gejala yang timbul adalah kepala terasa berat, diajak ngomong ga’ nyambung bahkan tingkahnya aneh-aneh.
Membicarakan kata ini (syuro, red) memang menjadi sesuatu hal yang agak sensitif bagi para aktivis dakwah karena di tempat inilah segala jantung dari pergerakan dari dakwah berlangsung. Kualitas dari suatu pergerakan dakwah tergantung pada manajemen syuro yang bagus atau tidak. Kondisi terbentuknya suatu syuro pun bevariasi tergantung kebijakan dan kondisi medandakwah itu sendiri.
Ada syuro yang memang sebelum mengambil keputusan membicarakan dengan para jamaah dan meminta pendapat mereka bahkan kadangkala bisa diambil keputusan pada saat itu juga. Ada juga yang sifatnya sangat tertutup sehingga syuro-syuro tersebut hanya bisa diakses oleh “orang-orang tertentu” dan jamaah hanya tinggal menerima keputusan saja.
Syuro menurut ustadz Sayid Quthb rahimahullah penting dalam menguji berbagai arah pemikiran yang dilontarkan lalu memilih satu diantaranya, kemudian dilaksanakan. Ia melihat syuro adalah prinsip dasar dalam Islam, di samping watak seluruh jamaah muslim seluruhnya, yang sebagai komunitas, urusannya diserahkan kepadanya, kemudian dari jamaah ini, ia terpenetrasi dalam negara selaku produk alami jamaah. 


B. Pra-syarat yang Harus dimiliki oleh Para Anggota Tim Sebelum Melakukan Syuro
 
Syuro merupakan sebuah bentuk focus groups discussion (FGD) yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam sebuah komunitas untuk membahas suatu kondisi atau masalah. Pada konteks lembaga dakwah mahasiswa, rapat seringkali menjadi momok yang melekat pada diri seorang kader. Istilah ahli syuro atau manusia syuro melekat pada beberapa orang yang gemar melakukan rapat. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah rapat yang kita lakukan sudah efektif untuk menghasilkan sebuah keputusan.
Pada kenyataannya saya sering melihat bahwa rapat yang dilakukan sangat jauh di nilai efektifitas yang disampaikan Allah pada surat Al Ashr. Problematika kecil seperti rapat tidak dimulai dan diakhiri tepat waktu, agenda yang tidak jelas, pembahasan berkepanjangan, ketidaktercapaian tujuan rapat, atau bahkan alokasi waktu rapat yang kurang tepat. Sebagai seorang kader dakwah seharusnya kita bisa mencontohkan bagaimana rapat yang efesien dan efektif.
Tentu kita ingin menjalani rapat yang cepat dan menghasilkan keputusan yang tepat. untuk sebuah keinginan ini, perlu ada beberapa pra-syarat yang dimiliki oleh para anggota tim sebelum melakukan rapat, yakni :

1. Adanya penghormatan terhadap waktu. penghormatan terhadap waktu ini bertujuan agar kita dapat lebih bisa mengatur budaya waktu yang mungkin sudah terlalu rusak di Indonesia. akan tetapi seorang yang bisa memberikan dedikasinya terhadap waktu adalah seorang yang sangat menghargai dirinya. lebih dari itu, bentuk kita menghormati waktu adalah bagian dari kita menghormati orang lain. kita perlu sadari bahwa setiap orang mempunyai aktifitas lain. sehingga bagi bangsa yang berbudaya, manajemen waktu yang baik adalah sebuah pra syarat.
2. Fokus pada apa yang dikerjakan, syuro seringkali menjadi tidak efektif karena peserta rapat tidak fokus penuh pada pembahasan yang dilakukan. Ketidakfokusan ini membuat ide ide tidak mengalir dan pembahasa terhambat. Bahkan terkadang pemimpin syuro terkesan berbicara sendiri, karena para peserta rapat hanya mencatat atau mengerjakan yang lain.
3. Mempersiapkan bahan rapat dengan baik. Pembahasan rapat yang baik perlu di dukung oleh data data yang terkini dan bisa dipertanggungjawabkan. Seorang peserta rapat diharapkan dapat menyiapkan bahan rapat atau usulan yang ada untuk membuat pembahasan lebih komprehensif dan efesien. Ketidaklengkapan data pendukung dalam sebuah syuro membuat syuro jadi berbasis dugaan bukan pada kondisi nyata di lapangan.
Ketiga poin diatas adalah pra-syarat yang dibutuhkan bagi kita anggota syuro agar dapat membentuk syuro yang baik. Selanjutnya, bagaimana tips untuk membangun rapat yang “hidup” dan efektif. Seperti yang telah kita pahami bersama bahwa syuro adalah media penting dalam penyusunan strategi organisasi. Efektifnya syuro juga akan mencerminkan seberapa efektif kita dalam menjalankan tugas di lapangan.


Selanjutnya.... ( tunggu aja yaa..)