Syuro Efektif ( Khatam )

0
Diposting oleh cahAngon on 15 Februari 2010 , in
E. Mengoptimalkan Kerja Syuro

Perlu ada beberapa langkah-langkah yang dilakukan antara lain :
1. Tanamkan pemahaman tentang syuro yang baik kepada anggota syuro yang lain ingatkan bahwa ketika keputusan yang mereka hasilkan adalah keputusan kolektif yang tidak hanya berasal dari pendapat mereka saja tapi juga pendapat jamaah secara umum.

2. Pilih pengurus yang peka. Sebaiknya anggota syuro yang dipilih tidak hanya orang-orang yang “gaul” saja tapi juga orang-orang yang memiliki kemauan membaca yang kuat demi terciptanya iklim diskusi ilmiah yang sehat dalam syuro itu sendiri.

3. Bumikan syuro tersebut kepada para jama’ah sehingga jama’ah merasa nyaman akan kehadirannya dan mereka bisa menyalurkan aspirasi secara bebas dan nyaman sudah bukan jamannya lagi ada “Invisible hand” seperti jaman represi dulu dan jama’ah juga bukanlah orang bodoh yang bisa ditipu dengan embel-embel doktrin sami’na wa atho’na karena untuk hal yang satu ini jama’ah pun mempunyai hak dalam menolak (kalau alasannya syar’i dan logis) seperti kasus Umar bin Khattab yang pernah berfatwa tentang pembatasan mahar namun ditolak oleh seorang wanita.

4. Sebaiknya diterapkan sisem reward and punishment dalam syuro itu sendiri
maskudnya adalah apabila ternyata ada anggota yang tidak produktif dalam syuro tersebut jangan ragu-ragu untuk menggantikannya (setelah terlebih dahulu ditegur dan dinasehati) mengingat ini demi keberlangsungan dan keefektifan syuro itu sendiri dan keputusan orang yang akan menggantikannya juga harus keputusan kolektif bukan qiyadah.

5. Ingatkan sekali lagi pada para anggota syuro bahwa mereka bukanlah orang-orang istimewa diantara para jama’ah namun lebih pada penyaring aspirasi jama’ah untuk mengetahui kemana arah biduk perahu dakwah selanjutnya.

6. Evaluasi ini adalah langkah terpenting bagi sebuah syuro karena tanpa evaluasi tidak bisa diketahui apakah syuro tersebut telah berhasil atau tidak serta menjadi bahan bagi masukan bagi syuro selanjutnya.

Dengan adanya 6 langkah diatas diharapakan adanya introspeksi dan evaluasi bagi kita untuk mengetahui apakah syuro yang kita langsungkan berjalan efektif atau hanya menjadi beban saja bagi jama’ah.

F. Adab Syuro

Dakwah merupakan kewajiban utama dan pokok setiap muslim sebagaimana firman Allah SWT. “ ….dan suruhlah manusia mengerjakan amar ma’ruf dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar…” [QS. 31 : 17]
Perlu adanya pemahaman bagi setipa peserta syuro, di antaranya :

1. Harus ada keikhlasan dan nuansa spiritual yang kental sehingga setiap orang merasa bahwa pendapat-pendapatnya akan mempengaruhi kehidupan orang lain.

2. Harus ada semangat kebebasan dan kesetaraan yang memungkinkan setiap orang berpendapat tanpa merasa sungkan atau segan dengan seseorang yang lain.

3. Harus ada tradisi ilmiah yang kokoh, dimana kesantunan, rasionalitas, dan objektivitas, dan metodologi serta data empiris dijunjung tinggi.

4. Harus ada kelapangan dada yang memadai untuk dapat menampung berbagai perbedaan pendapat, sehingga keragaman menjadi sumber dinamika dan pertumbuhan, bukan malah sebagai sumber konflik dan perpecahan.

5. Harus ada manajemen waktu yang efektif untuk menjamin bahwa setiap masalah mendapat jatah waktu yang layak untuk pembahasan, dan setiap orang mendapat kesempatan yang cukup untuk menyampaikan pikiran-pikirannya.

6. Harus ada semangat instrospeksi yang cukup untuk menjamin kita tetap objektif memandang diri kita sendiri, tidak terjerumus dalam pengkambinghitaman, fitnah, dan konflik antarindividu.

7. Harus ada sikap natural dan wajar dalam memandang kesalahan-kesalahan yang kita lakukan sendiri. Kita tidak perlu merasa bersalah secara berlebihan. Merasa bersalah itu penting, tapi berlebihan dalam perasaan bersalah juga negatif.

8. Harus ada sikap proporsional dalam tafsir konspirasi, sehingga kita tidak perlu membuat musuh kelihatan terlalu digdaya karena selalu sukses dalam konspirasinya atau membuat kita bersikap defensif karena terlalu berhati-hati.

9. Harus ada pandangan masa depan yang visioner karena keputusan-keputusan kita hari ini merupakan inpur yang outputnya akan muncul beberapa tahun kemudian. Kita akan membayar harga terlalu mahal jika tidak meletakkan persoalan-persoalan strategis kita hari ini dalam kerangka visi masa depan yang jelas dan kuat.

Adab Syuro :
1. Kesediaan untuk memberikan kontribusi pendapat
2. Dilakukan dengan motivasi mencari Ridho Allah SWT
3. Mentaati keputusan syuro tanpa kepentingan pribadi (QS Assyuro 42 : 48 ”dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) Rabb Nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan…” )
4. Mengutamakan mufakat sebelum voting (konsensus)
5. Tidak mendominasi pembicaraan
6. Memberikan kesempatan yang cukup untuk menganalisa persoalan
7. Lapang dada dan bersabar terhadap perbedaan yang terjadi
8. Tidak menyembunyikan dat/fakta yang bertentangan dengan pendapatnya
9. dipimpin oleh orang yang adil dan tidak berpihak
10. meyakini bahwa kesalahan hasil syuro lebih baik daripada egoisme pribadi

Semua divisi berkomitmen dan bersungguh-sungguh untuk menunaikan kewajibannya, sehingga output dakwah bisa maksimal
 Kewajiban-kewajiban di atas dimaksudkan untuk memudahkan kerja pengurus dan mempersiapkan sedini mungkin laporan pertanggung jawaban di akhir kepengurusan
Dakwah membutuhkan kekokohan ma’na da’awiyah, jasadiah, tsaqofah dan profesionalisme

G. Adab Berbicara, Mendengar, dan Berdebat dalam Islam

Adab Berbicara
1. Semua pembicaraan harus kebaikan, (QS 4/114, dan QS 23/3), dalam hadits nabi SAW disebutkan: “Barangsiapa yang beriman pada ALLAH dan hari akhir maka hendaklah berkata baik atau lebih baik diam.” (HR Bukhari Muslim)

2. Berbicara harus jelas dan benar, sebagaimana dalam hadits Aisyah ra: “Bahwasanya perkataan rasuluLLAH SAW itu selalu jelas sehingga bias difahami oleh semua yang mendengar.” (HR Abu Daud)

3. Seimbang dan menjauhi bertele-tele, berdasarkan sabda nabi SAW: “Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku nanti di hari Kiamat ialah orang yang banyak omong dan berlagak dalam berbicara.” Maka dikatakan: Wahai rasuluLLAH kami telah mengetahui arti ats-tsartsarun dan mutasyaddiqun, lalu apa makna al-mutafayhiqun? Maka jawab nabi SAW: “Orang2 yang sombong.” (HR Tirmidzi dan dihasankannya)

4. Menghindari banyak berbicara, karena kuatir membosankan yang mendengar, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Wa’il: Adalah Ibnu Mas’ud ra senantiasa mengajari kami setiap hari Kamis, maka berkata seorang lelaki: Wahai abu AbduRRAHMAN (gelar Ibnu Mas’ud)! Seandainya anda mau mengajari kami setiap hari? Maka jawab Ibnu Mas’ud : Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku memenuhi keinginanmu, hanya aku kuatir membosankan kalian, karena akupun pernah meminta yang demikian pada nabi SAW dan beliau menjawab kuatir membosankan kami (HR Muttafaq ‘alaih)

5. Mengulangi kata-kata yang penting jika dibutuhkan, dari Anas ra bahwa adalah nabi SAW jika berbicara maka beliau SAW mengulanginya 3 kali sehingga semua yang mendengarkannya menjadi faham, dan apabila beliau SAW mendatangi rumah seseorang maka beliau SAW pun mengucapkan salam 3 kali. (HR Bukhari)

6. Menghindari mengucapkan yang bathil, berdasarkan hadits nabi SAW: “Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang diridhai ALLAH SWT yang ia tidak mengira yang akan mendapatkan demikian sehingga dicatat oleh ALLAH SWT keridhoan-NYA bagi orang tersebut sampai nanti hari Kiamat. Dan seorang lelaki mengucapkan satu kata yang dimurkai ALLAH SWT yang tidak dikiranya akan demikian, maka ALLAH SWT mencatatnya yang demikian itu sampai hari Kiamat.” (HR Tirmidzi dan ia berkata hadits hasan shahih; juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

7. Menjauhi perdebatan sengit, berdasarkan hadits nabi SAW: “Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapatkan hidayah untuk mereka, melainkan karena terlalu banyak berdebat.” (HR Ahmad dan Tirmidzi)

8. Dan dalam hadits lain disebutkan sabda nabi SAW: “Aku jamin rumah didasar surga bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah ditengah surga bagi yang menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku jamin rumah di puncak surga bagi yang baik akhlaqnya.” (HR Abu Daud)

9. Menjauhi kata-kata keji, mencela, melaknat, berdasarkan hadits nabi SAW: “Bukanlah seorang mu’min jika suka mencela, mela’nat dan berkata-kata keji.” (HR Tirmidzi dengan sanad shahih)

10. Menghindari banyak canda, berdasarkan hadits nabi SAW: “Sesungguhnya seburuk-buruk orang disisi ALLAH SWT di hari Kiamat kelak ialah orang yang suka membuat manusia tertawa.” (HR Bukhari)

11. Menghindari menceritakan aib orang dan saling memanggil dengan gelar yang buruk, berdasarkan QS 49/11, juga dalam hadits nabi SAW: “Jika seorang menceritakan suatu hal padamu lalu ia pergi, maka ceritanya itu menjadi amanah bagimu untuk menjaganya.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi dan ia menghasankannya)

12. Menghindari dusta, berdasarkan hadits nabi SAW: “Tanda-tanda munafik itu ada 3, jika ia bicara berdusta, jika ia berjanji mengingkari dan jika diberi amanah ia khianat.” (HR Bukhari)

13. Menghindari ghibah dan mengadu domba, berdasarkan hadits nabi SAW: “Janganlah kalian saling mendengki, dan janganlah kalian saling membenci, dan janganlah kalian saling berkata-kata keji, dan janganlah kalian saling menghindari, dan janganlah kalian saling meng-ghibbah satu dengan yang lain, dan jadilah hamba-hamba ALLAH yang bersaudara.” (HR Muttafaq ‘alaih)

14. Berhati-hati dan adil dalam memuji, berdasarkan hadits nabi SAW dari AbduRRAHMAN bin abi Bakrah dari bapaknya berkata: Ada seorang yang memuji orang lain di depan orang tersebut, maka kata nabi SAW: “Celaka kamu, kamu telah mencelakakan saudaramu! Kamu telah mencelakakan saudaramu!” (2 kali), lalu kata beliau SAW: “Jika ada seseorang ingin memuji orang lain di depannya maka katakanlah: Cukuplah si fulan, semoga ALLAH mencukupkannya, kami tidak mensucikan seorangpun disisi ALLAH, lalu barulah katakan sesuai kenyataannya.” (HR Muttafaq ‘alaih dan ini adalah lafzh Muslim)

15. Dan dari Mujahid dari Abu Ma’mar berkata: Berdiri seseorang memuji seorang pejabat di depan Miqdad bin Aswad secara berlebih-lebihan, maka Miqdad mengambil pasir dan menaburkannya di wajah orang itu, lalu berkata: Nabi SAW memerintahkan kami untuk menaburkan pasir di wajah orang yang gemar memuji. (HR Muslim)

Adab Mendengar
1. Diam dan memperhatikan (QS 50/37)
2. Tidak memotong/memutus pembicaraan
3. Menghadapkan wajah pada pembicara dan tidak memalingkan wajah darinya sepanjang sesuai dengan syariat (bukan berbicara dengan lawan jenis)
4. Tidak menyela pembicaraan saudaranya walaupun ia sudah tahu, sepanjang bukan perkataan dosa.
5. Tidak merasa dalam hatinya bahwa ia lebih tahu dari yang berbicara

Adab Menolak / Tidak Setuju
1. Ikhlas dan menghindari sifat senang menjadi pusat perhatian
2. Menjauhi ingin tersohor dan terkenal
3. Penolakan harus tetap menghormati dan lembut serta tidak meninggikan suara
4. Penolakan harus penuh dengan dalil dan taujih
5. Menghindari terjadinya perdebatan sengit
6. Hendaknya dimulai dengan menyampaikan sisi benarnya lebih dulu sebelum mengomentari yang salah
7. Penolakan tidak bertentangan dengan syariat
8. Hal yang dibicarakan hendaknya merupakan hal yang penting dan dapat dilaksanakan dan bukan sesuatu yang belum terjadi
9. Ketika menolak hendaknya dengan memperhatikan tingkat ilmu lawan bicara, tidak berbicara di luar kemampuan lawan bicara yang dikuatirkan menjadi fitnah bagi diri dan agamanya
10. Saat menolak hendaknya menjaga hati dalam keadaan bersih, dan menghindari kebencian serta penyakit hati.

Ingat!!! Syuro’ hanya bagian kecil penopang dakwah. Terkadang yang terjadi di lapangan adalah rajin melakukan koordinasi, padahal saat itulah seharusnya beraksi. Dakwah tidak bisa dibangun dengan berlelah-lelah dalam majelis syuro’!
Orientasikan kembali syuro–syuro’ kita yang dijalani selama ini untuk mendapat ridho Allah semata. Allah ghoyatuna…..Karena Alloh adalah tujuan akhir kita. Jangan kita terjebak dengan tujuan-tujuan “antara” yang ingin kita capai, seperti suksesnya suatu kegiatan misalnya. Boleh jadi keberhasilan-keberhasilan yang akan kita capai adalah baik tapi itu dalam sudut pandang kita, tapi bagaimana dengan ridho Allah?!! Oleh karena itu, minimal coba kembali menata niatan kita setiap kali akan syuro’. Dan mencoba berusaha dengan jalan yang benar-benar diridhoi oleh Allah. Dan jangan sampai terkena sindromnya
Mendorong kita untuk terjun dengan da’wah ini…..

Da’wah yang tenang, namun lebih gemuruh
Dari tiupan angin topan yang menderu…..
Da’wah yang rendah hati, namun lebih perkasa
Dari keangkuhan gunung yang menjulang…
Da’wah yang terbatas, namun jangkauannya
Lebih luas dari belahan bumi seluruhnya..
[Majmu’ah rasail, hal 141]

(copas dari tetangga...)

Share This Post

0 komentar:

Posting Komentar