• img

    KAMUFLASE...

    Akan aku ajak engkau menemui bunglon .. agar engkau menyaksikan sendiri tipu dayanya! Bunglon merubah warna dirinya sesuai dengan tempat ia berada .. agar engkau mengetahui bahwa yang seperti bunglon itu banyak .. dan berulang-ulang! Dan bahwasanya ada orang-orang munafik .. banyak pula manusia yang berganti-ganti pakaian .. dan berlindung dibalik alasan “ingin berbuat baik”...
  • img

    Jujur...

    Jika engkau hendak mengungkap kejujuran orang, ajaklah ia pergi bersama .. dalam bepergian itu jati diri manusia terungkap .. penampilan lahiriahnya akan luntur dan jatidirinya akan tersingkap! Dan “bepergian itu disebut safar karena berfungsi mengungkap yang tertutup, mengungkap akhlaq dan tabiat”...
  • img

    Pemimpin

    Seringkali terbukti bahwa tugas utama seorang pemimpin hanyalah bagaimana memilih orang yang tepat. Begitu berhasil memilih orang yang tepat seringkali tugas seorang pemimpin sudah selesai. Setidaknya sudah 80 persen selesai. Tapi begitu seorang pemimpin salah memilih orang, sang pemimpin tidak terbantu sama sekali, bahkan justru terbebani...
  • img

    Karena Ukuran Kita Tak Sama

    seperti sepatu yang kita pakai, tiap kaki memiliki ukurannya memaksakan tapal kecil untuk telapak besar akan menyakiti memaksakan sepatu besar untuk tapal kecil merepotkan kaki-kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi...
  • img

    Kemenangan..

    Kemenangan sejati yang paling mendasar dan substansial adalah jika kebenaran tetap bersemayam di hati kita. Tidak terkontaminasi oleh racun-racun kehidupan, tidak tergoda oleh iming-iming apapun bentuknya, yang membuat hati kita diisi oleh nilai-nilai lain selain nilai kebenaran yang bersumber dari Allah SWT, ...

Emha: Ini Malam Revolusi PKS...!!

0
Diposting oleh cahAngon on 24 Februari 2011 , in
Reporter: Abuhasan Surhim*
Emha Ainun Nadjib yang juga dikenal dengan Cak Nun tampil dengan Komunitas Musik Kyai Kanjeng pada acara “Munajat Nasional” dalam rangka Mukernas PKS 2011 di Yogyakarta. Ribuan warga Jogja bersama keluarga besar PKS tumpah ruah memadati Mandala Bhakti Wanitatama yang berubah menjadi arena budaya, pada Rabu malam 23 Februari 2011. Acara dibuka dengan sambutan dari Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaq dan dihadiri jajaran DPP PKS.

Emha tampil full tim dengan Kyai Kanjeng dan juga ditemani sang istri, Novia Kolopaking.

“Novia ini sangat beruntung dapat saya…,” ujar Emha yang kontan disambut tawa hadirin.

“Lho, fakta itu kan harus dibalik di depan publik agar pencitraan jadi baik....,” sambung Emha yang makin membuat hadirin terpingkal dengan “kritik halus” ala Emha.


Berikut transkrip cuplikan “orasi” Emha yang sempat saya rekam:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh,

Karena ini PKS, saya akan mengawali dengan ayat dari surat al-Fath. Mudah-mudahan perjumpaan malam hari ini, yang banyak orang heran, bagaimana mungkin Kyai Kanjeng bareng PKS? Itu membatalkan pemetaan politik dan kebudayaan yang terlanjur ada. Tapi malam ini mudah-mudahan menjadi malam kemenangan bagi semua umat manusia, kemenangan bagi seluruh bangsa Indonesia.

(Emha lalu membaca surat Al-Fath ayat 1-3)

(Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata. Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus. Dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat/banyak).

Ada eskalasi kemenangan di dalam ayat itu, saya tidak akan menguraikannya karena itu akan menyinggung perasaan para asatidz PKS, karena mereka pasti lebih tahu dari saya, tapi ada beberapa janji Allah di ayat itu.


Saya langsung saja mengawali dengan rasa syukur bahwa PKS mengundang Kyai Kanjeng. Bukan masalah Kyai Kanjeng pengin tampil, … tapi begini, ini ada seorang teman diantara anda, teman saya dari Arizona AS, Max W….., yang sedang mempelajari dan meneliti politik dan islam di Indonesia. Dia itu tidak faham, kok bisa Emha Kyai Kanjeng ber-acara bareng sama PKS? karena pemetaan yang dia alami selama ini: PKS itu kutub selatan, saya itu kutub utara, atau satu di barat satu di timur. Dan malam hari ini kita bersyukur karena kita bukan di kutub utara, kita bukan di kutub selatan, tapi kita bersama-sama menjadi penghuni katulistiwa. Kan gitu toh?

Kita juga akan menuju satu pemahaman dan proses politik, kebudayaan, peradaban yang Laa Syarkiyyah wa Laa Ghorbiyyah, bukan barat dan bukan timur.

Jadi nanti ustadz Hidayat Nur Wahid dan para petinggi PKS kita mohon maju ke panggung. Dia (HNW) yunior saya di Gontor, jadi saya akan lihat muhadorohnya beliau. Kalo ustadz Hidayat butuh 6 tahun untuk tamat di Gontor saya cukup 2 tahun, karena memang kemampuan mencari ilmunya berbeda (geerrr…..). Itu mengapa Gontor segera mengusir saya keluar, tapi kalau ustadz Hidayat dia harus sampai tamat karena butuh 6 tahun dia baru bisa menjadi pendekar (geerrr…...). “Itu carane wong putus asa membela diri,” sambung Emha disambut riuh.


Emha melanjutkan...

Begini, malam ini kita akan punya obrolan beberapa tema tentang PKS.

Pertama: PKS dan Kesenian

PKS selama ini dianggap punya masalah terhadap kesenian. Nah, malam ini kita akan elaborasi. Dengan beliau (HNW) mengundang Kyai Kanjeng disini, itu berarti sudah khatam majlis tarjihnya PKS, ba’tsul masailnya PKS (Dewan Syariahnya PKS), bahwa musik itu tidak termasuk bid’ah, sebagaimana partai politik juga bukan bid’ah. Nah, saya kira proporsi mengenai fiqih dan ushul fiqih masalah ini sudah beres di PKS sehingga dengan gagah perkasa malam hari ini menghadirkan Kyai Kanjeng. “Dan Kyai Kanjeng akan mendidik PKS agar supaya lebih kurang ajar sedikit….” (geerrr……)

Kedua: PKS dan Nasionalisme

Itu juga masih dicurigai orang. Kita tunjukan malam hari ini, dengan PKS minta saya disini, saya menduga husnudzon PKS ingin menunjukan bahwa PKS itu nasionalis. PKS itu kan sedang bergerak dari kelompok yang mengkhawatirkan dan menakutkan orang lain menjadi kelompok yang diharapkan oleh orang lain. Kan banyak yang cemas pada pemilu kemarin (2009), kan seluruh Eropa dan Amerika takut sama PKS menang. Gimana kalau PKS menang? Nah, pemilu yang akan datang dunia berharap PKS yang menang!

“Yo, tapi klakonmu (kelakuanmu) dirubah. Agak lebih ramah, punya ekspresi kultural, bisa memahami orang tahlilan….,” sambung Emha yang disambut tawa riuh hadirin.

Ketiga: PKS dan non-muslim

Malam hari ini, PKS akan menegaskan bahwa dia pengamal ajaran Muhammad SAW, bahwa muslim adalah yang ucapan dan perilakunya mengamankan semua pihak. Nah, malam ini saya sudah mengundang seorang pendeta dari Semarang dari gereja Isa al-Masih. Nanti kita akan sandingkan dengan ustadz Hidayat Nur Wahid di panggung ini.

Dengan demikian, malam ini adalah pemberitahuan kepada seluruh dunia bahwa PKS bukan orang eksklusif, bukan orang kuper, bukan orang dangkal, dan malam hari ini merupakan revolusi kebudayaan PKS untuk maju kedepan dan memimpin yang lebih baik bagi semua pihak.

(15 menit file aseli rekaman pengantar Emha diatas dapat didonlot disini)


Acara totality sangat luar biasa. Ustadz Hidayat Nur Wahid, ustadz Luthfi, ustadz Sukamta (Ketua DPW PKS DIY) dan Musthafa Kamal (Ketua Fraksi PKS) tampil sepanggung dengan Emha dan Pendeta Rudi yang jauh-jauh dari Semarang antusias hadir di acara PKS.

“Mas Rudi, kamu juga bisa jadi ketua cabang PKS di Semarang….,” canda Emha usai Pendeta Rudi tampil berbicara tentang pentingnya ketulusan dan kebersamaan membangun bangsa.

Di penghujung acara, usai Kyai Kanjeng menyanyikan medley lagu-lagu daerah dari mulai Sabang hingga Merauke, Emha meminta ada hadirin dari PKS untuk tampil di panggung bernyanyi bersama Kyai Kanjeng. Tak diduga, tampillah salah satu hadirin yang ternyata pengurus PKS dari Nusa Tenggara Timur. Dia membawakan salah satu lagu daerah NTT dengan fasih dan lancar, namun kalimat di bait terakhirnya digubah menjadi berbunyi "...PKS.... tetap terbaik…!!!” yang bikin Emha dan Novia geleng-geleng sambil senyam-senyum.

Pukul 23.10 acara berakhir dengan ditutup lantunan do’a oleh ustadz Hidayat Nur Wahid. Do'a untuk kemaslahatan bangsa dan juga kemaslahatan Mukernas PKS yang malam nanti (Kamis, 24/2) akan dimulai.

Selamat ber-mukernas bagi 2500 qiyadah PKS seantero Indonesia dan dunia.

SELAMAT BEKERJA UNTUK INDONESIA!

*sumber: pkspiyungan.blogspot.com

TRAGEDI KEKAYAAN...

0
Diposting oleh cahAngon on 01 Februari 2011 , in
Kekayaan yang tak bisa dibagi adalah tragedi. Setiap nyawa memang ada jatah rezekinya, tapi pelaksanaannya berpulang pada hubungan sosial kita. Sebab pada sebagian penghasilan kita, ada rezeki orang lain. Setiap kita, sebagai diri kita sendiri, atau sebagai satu kesatuan masyarakat, pasti punya pengalaman masa lalu, persepsi, dan kebiasaan yang berbeda sepanjang kita bergaul dengan apa yang disebut dengan kekayaan.

Seringkali, yang membuat orang lapar bukan karena tak ada makanan, tapi karena jatah makanannya ditelan orang lain. Yang membuat orang kekurangan bukan karena minimnya ketersediaan kebutuhan. Tapi karena ada orang lain yang tak pernah merasa berkecukupan. Akibatnya terjadi kesenjangan. Dalam praktiknya, tragedi kekayaan mewujud dalam banyak bentuk. Meski nyawa utamanya adalah ketamakan, rasa tidak pernah puas, dan nafsu bersenang-senang yang berlebihan. “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS. At-Takaatsur: 1-2).
Beberapa uraian berikut, mungkin bisa menggambarkan bagaimana tragedi itu menampakkan wujudnya, di tengah kehidupan kita yang kian berat.
Tragedi Kekayaan dan Kisah Dua Ekor Serigala
Kesenangan kepada kekayaan, suatu kali diumpakan Rasulullah seperti seekor serigala. Rasulullah saw bersabda, “Adalah dua ekor serigala yang lapar, yang dilepaskan ke sekawanan domba, tidak lebih berbahaya dari kerakusan manusia kepada harta kekayaan dan kesenangan berlebihan dan bagaimana ia merusak agamanya.”
Tak ada penggambaran yang lebih verbal dan detail tentang keingingan menyerbu kesenangan meiebihi serigala yang lapar, dua ekor. Hadirkan sosok serigala itu, dalam benak kita, yang menyeringai taringnya, melolong. Entah berapa hari tidak makan. Lalu ada kawannya, senasib dan sekeadaan. Lapar, perih, dan lolongannya nyaris tak berbunyi. Di tengah sekawanan domba yang lezat. Apakah yang terjadi?
Betapa dahsyatnya pengaruh kekayaan, kesenangan terhadap dunia, bagi kerusakan beragama. Tapi ada keniscayaan yang lebih mengerikan, di luar apa yang bisa kita gambarkan. Sebab, serigala yang lapar, tidak hanya satu, tapi dua, lalu diletakkan di tengah sekawanan domba-domba. Itu masih belum bisa menjadi ilustrasi dari kerusakan terhadap agama yang dihasilkan ketamakan manusia kepada harta. Penyebutan dua serigala juga menegaskan sisi lain, bahwa kerusakan itu lebih hebat, sebab serigala yang lapar, bila dihadapannya juga ada serigala lain yang juga lapar, maka akan bangkit nafsunya untuk berebut. Ia tidak akan makan sebatas karena lapar, tapi juga karena takut serigala yang lain menghabiskan makanannya.
Ada gabungan antara kelaparan, persaingan, pertaruhan hidup atau mati, dan domba pun akan teracabik-cabik. Tetapi itu tak ada artinya bagi kerakusan manusia terhadap kesenangan dunia. Dan begitulah kenyataan yang kita saksikan. Dan begitulah, ternyata semuanya bahkan lebih buruk. Dan agama pun tercabik-cabik.
Dimensi ini mewakili sebuah sisi kerakusan dan tragedi kekayaan pada sebagian orang. Seperti potret serigala itu, bahkan lebih. Ada banyak orang yang tak pernah kenyang, dengan cara apa pun. Kelaparannya tak lagi soal perut yang kosong, tapi kecanduannya kepada selera gincu yang sangat mahal, pada segala hal. Kerakusannya tak sekadar maniak pekerjaan. Seperti kata orang tua kita dahulu, “bekerja membanting tulang.” Tapi sudah berubah menjadi bermata hijau, bertangan gatal, bila
tak bisa merampas hak orang lain.

Tragedi Kekayaan yang Tak Bersambung
Sisi lain tragedi kekayaan, adalah terputusnya kebaikan kekayaan itu dari pemiliknya. Ada begitu banyak orang yang dikaruniai kekayaan, tapi ia tak pernah mengambil kebaikan, amal, dan harapan pahala dari kekayaan itu. Lebih jauh, ini adalah dimensi kebaikan dari kekayaan yang dilihat kelak pada hari pembalasan.
Seperti dinasehatkan Ibrahim Attaimi, “Adakah kerugian yang lebih besar dari seseorang yang melihat budaknya dahulu. Yang dikuasakan atasnya selama di dunia, ternyata ia lebih mulia di sisi Allah dari dirinya pada hari kiamat. Adakah yang lebih merugi dari seseorang yang mendapatkan begitu banyak harta, lalu diwarisi oleh orang lain. Lalu orang itu menggunakannya untuk taat kepada Allah. Hingga dosa atas berlebihan dalam harta itu menjadi beban dirinya, sedang pahalanya untuk orang yang mewarisinya itu. Adakah yang lebih merugi dari seseorang yang melihat orang lain yang buta, tetapi dibukakan matanya pada hari kiamat, sementara dirinya justru menjadi buta.
Kemudian Attaimi menambahkan, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu lari dari dunia padahal dunia ini datang menuju diri mereka. Sedang kalian, kalian mengejarnya padahal ia lari dari kalian. Kalian melakukan hal-hal baru yang aneh, maka bandingkanlah keadaan kalian dengan keadaan mereka.
Alangkah sedihnya, bila seseorang lahir dalam kekayaan, tumbuh dan besar dengan kekayaan, lalu hidup dengan berlimpah kekayaan, tetapi toh orang lain yang mendapat kebaikannya, pahalanya. Ini adalah tragedi.
Kekayaan seseorang yang sudah meninggal, secara fikih dalam Islam menjadi hak milik para ahli warisnya. Artinya ada pemilik baru yang berwenang atas kekayaan itu. Pemilik baru, baru pula pencatatan fungsinya dari sisi amal. Hanya sedekah yang manfaatnya masih berlanjutlah, yang tetap memberi manfaat kebaikan bagi pemilik awalnya. Maka yang tak bisa mengambil manfaat dari kekayaannya sepanjang hidup untuk kebaikan akhirat, tidak akan mendapatkannya dari pemilik barunya. Kekayaan itu telah putus kepemilikannya. Itulah tragedi.
Tragedi Kekayaan yang Menurunkan Generasi Pembunuh
Kekayaan, seringkali berkembang menjadi sumber malapetaka yang mensilsilah dalam keturunan. Tidak saja karena soal berkah, tapi juga karena ketamakan dan kerakusan yang dijalani seseorang, bisa menyisakan bercak-bercak garis keturunan pada sebagian anak cucunya kelak.
Suatu hari, Rasulullah membagi bongkahan harta yang dikirimkan dari Yaman. Rasulullah saw membaginya pada pembesar Nejed.
Mendengar itu, orang-orang Quraisy marah. “Apakah kamu memberi orang-orang hebat dari Nejed sementara kamu mengabaikan kami?” tanya mereka.
Rasul menjelaskan, bahwa itu semua dilakukan untuk mengikat hati mereka yang kebanyakan baru masuk Islam.
Tak lama, datanglah seorang laki-laki yang lebat janggutnya, pipinya gemuk, cekung matanya, botak kepalanya, lalu berkata, “Bertakwalah kepada Allah wahai Muhammad!”
Mendengar itu, Rasulullah segera menyahut, “Siapa lagi yang mentaati Allah jika aku bermaksiat kepada-Nya? Apakah Dia memberi kepercayaan kepadaku atas penduduk bumi sementara kalian tidak mempercayaiku?”
Para sahabat geram melihat pelecehan itu. Salah seorang bahkan minta ijin Rasulullah untuk membunuhnya. Tapi Rasulullah membiarkannya.
Setelah orang itu pergi, Rasulullah berkata, “Sesungguhnya dari keturunan orang ini akan lahir kaum. Mereka membaca Al-Qur’an tetapi tidak melewati kerongkongannya. Mereka membunuh orang-orang Islam dan mengajak para penyembah patung. Mereka menikam Islam seperti panah menusuk karena lemparan. Jika aku mendapati mereka, aku akan membinasakan mereka sebagai mana kaum Ad dibinasakan.”
Lelaki tak sopan itu dengan entengnya menutup ketamakannya kepada pembagian dengan menyuruh Rasulullah takut kepada Allah dalam soal pembagian.
Begitulah ketamakan melahirkan kelicikan. Seakan dirinya lebih taat dari Rasulullah, padahal dia menginginkan bagian. Bahkan kemudian segalanya tak berhenti sampai dirinya. Keturunan yang lahir dari sulbinya ada yang menjadi pembunuh sesama Muslim, menghinakan Islam. Sungguh, berhati-hatilah kita terhadap kekayaan.
Ini semacam wanti-wanti dan peringatan keras dari Rasulullah yang secera reflektif bisa kita rasakan konteks kekiniannya. Bahwa kekayaan yang tidak halal adalah tragedi bagi anak keturunan. Karenanya, berkali-kali Rasulullah mengingatkan, agar kita mencari makanan yang halal. Sebab yang kita makan akan menjadi tulang dan daging.
Tragedi Kekayaan yang Lambat Dimakan Usia
Ada kekayaan yang menjadi tragedi, lantaran pemiliknya terlambat menjadi dewasa, terlambat mengerti tentang arti kekayaan. Alangkah banyak orang yang menunggu tua untuk sekadar tidak tamak dan merasa cukup.
Sepertinya ada periodisasi manusia dalam memahami kekayaan. Dahulu ketika kanak-kanak, keindahan dan kesenangan yang kita kenal hanyalah warna-warni boneka, atau spektrum pelangi yang hadir sebagai hiburan langka, di tengah rintik hujan yang asing di siang bolong.
Tetapi umur yang bertambah, menambah pula kosa kata kita akan keindahan, kesenangan, bahkan kemudian mungkin ketamakan. Saat itulah setiap manusia mengembara dalam pencariannya, termasuk pencariannya akan kesenangan dunia.
Allah SWT menjelaskan, tentang perjalanan manusia, dalam salah satunya, dengan lompatan yang cepat, lahir, dewasa, dan kemudian berusia empat puluh tahun. “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik pada ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a, ’Ya, Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkauyang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang shaleh yang Engkau ridhai, berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) pada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Al-Ahqaf: 15)
Penyebutan umur empat puluh tahun pada ayat ini, dilengkapi dengan ilustrasi sosial yang dialami seseorang pada kisah itu. Ialah bahwa umur itu adalah umur peneguhan, bukan permulaan. Orang boleh berkata bahwa hidup dimulai pada umur empat puluh tahun, tapi itu bukan memulai dari nol. Karenanya, muatan do’a, dan substansi pengharapan dalam do’a pada ayat di atas, merujuk pada situasi kedewasaan yang mendahuluinya. Sedang syukur atas apa yang diberikan selama usia sebelumnya, seperti memberi makna kemapanan. Kemapanan tak berarti kemewahan yang melimpah ruah. Yang pasti ia tidak sedang meminta, tapi mensyukuri yang telah ada.
Lalu proses pewarisan itu dimulai, dengan memohon kebaikan pada anak cucu. Ayat itu sekali lagi menegaskan, yang memulai pada usia empat puluh tahun, semestinya memulai proses pewarisan, seperti dalam substansi do’a itu. Bagi dirinya sudah selesai, bukan baru akan memulai. Hanya dengan itu, kekayaan tidak berubah menjadi tragedi, karena kebaikannya terlambat dimakan usia pemiliknya.
Dalam konteks apa pun, kekayaan bisa berubah bentuk menjadi sumber penyakit, biang tragedi dan kehancuran. Ada banyak bentuk selain yang diuraikan di atas. Kita mengerti bahwa kehidupan kita sendiri mungkin sedang tidak mudah. Ada begitu banyak kesulitan menerpa setiap hari. Tetapi itu tidak berarti kita boleh membiarkan persepsi kita tentang kekayaan, serta cara kita berinteraksi dengannya menjadi ladang-ladang tragedi.
Sumber: Tarbawi Edisi 77 Tahun 5 / Dzulhijjah 1424 H / 5 Pebruari 2004 M