-
-
Jujur...
Jika engkau hendak mengungkap kejujuran orang, ajaklah ia pergi bersama .. dalam bepergian itu jati diri manusia terungkap .. penampilan lahiriahnya akan luntur dan jatidirinya akan tersingkap! Dan “bepergian itu disebut safar karena berfungsi mengungkap yang tertutup, mengungkap akhlaq dan tabiat”... -
Pemimpin
Seringkali terbukti bahwa tugas utama seorang pemimpin hanyalah bagaimana memilih orang yang tepat. Begitu berhasil memilih orang yang tepat seringkali tugas seorang pemimpin sudah selesai. Setidaknya sudah 80 persen selesai. Tapi begitu seorang pemimpin salah memilih orang, sang pemimpin tidak terbantu sama sekali, bahkan justru terbebani... -
Karena Ukuran Kita Tak Sama
seperti sepatu yang kita pakai, tiap kaki memiliki ukurannya memaksakan tapal kecil untuk telapak besar akan menyakiti memaksakan sepatu besar untuk tapal kecil merepotkan kaki-kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi... -
Kemenangan..
Kemenangan sejati yang paling mendasar dan substansial adalah jika kebenaran tetap bersemayam di hati kita. Tidak terkontaminasi oleh racun-racun kehidupan, tidak tergoda oleh iming-iming apapun bentuknya, yang membuat hati kita diisi oleh nilai-nilai lain selain nilai kebenaran yang bersumber dari Allah SWT, ...
.
. “Wahai Syaikh”, ujar seorang pemuda, “Manakah yang lebih baik, seorang muslim yang banyak ibadahnya tetapi akhlaqnya buruk ataukah seorang yang tak beribadah tapi amat baik perangainya pada sesama.”
.
. “Subhaanallah, keduanya baik”, ujar sang Syaikh sambil tersenyum.
.
“Mengapa bisa begitu?”
.
“Karena orang yang tekun beribadah itu boleh jadi kelak akan dibimbing Allah untuk berakhlaq mulia bersebab ibadahnya. Dan karena orang yang baik perilakunya itu boleh jadi kelak akan dibimbing Allah untuk semakin taat kepadaNya.”
.
. “Jadi siapa yang lebih buruk?”, desak si pemuda.
.
Airmata mengalir di pipi sang Syaikh. “Kita Anakku”, ujar beliau. “Kitalah yang layak disebut buruk sebab kita gemar sekali menghabiskan waktu untuk menilai orang lain dan melupakan diri kita sendiri.” Beliau terisak-isak. “Padahal kita akan dihadapkan pada Allah dan ditanyai tentang diri kita, bukan tentang orang lain.”
Kita terjerembab dalam jebakan kapitalis, setiap ribuan uang yang dikeluarkan adalah poin-poin yang dikumpulkan yang besok akan kita tuker dengan panci dan termos bonus pembelian..
Semua harus kembali dalam hitungan uang.. Sistem Kapitalis yang melenakan dan gak sadar menyempitkan hati kita ketika memandang nilai dan harga..
Mbah Atmo Slamet, usianya sudah 90 tahun masih mengayuh becak tua dengan dagangan sapu ijuk, sapu lidi dan arang. Kulitnya kotor menghitam, bajunya lusuh penuh lipatan.
15 ribu!!
Salaaah...
20 ribu!!
Salaah...
25 ribu!!
Salaaaaah... aah!
Lupakan kualitas produk..
Lupakan soal cicilan dan harga promosi..
Lupakan soal layanan purna jual..
Bayarlah cash! Langsung dari dompetmu..
Ambilah satu-dua dagangannya, bayarlah 10-20-30 kali lipat dari harganya..
Mengalahkan rasa puas usai disapa kasir cantik di supermarket yang baunya wangi..
JAUH bikin RINDU, DEKAT Tak JEMU-JEMU
Salim A. Fillah
Ada yang sangat menarik dari kejauhan, haus telinga untuk mendengarkan, tetapi saat dekat rasanya berat untuk mengambil manfaat darinya. Bahkan hanya sekedar untuk mendengar pun perlu usaha yang besar.
Bagaimana dengan kita?
Ada yang tak istimewa saat jauh di mata, tetapi semakin dekat mengenalnya semakin meyakinkan betapa berharganya kita mendengarkan ilmunya. Kesaksian atas integritas pribadi, lebih dari sekedar tutur dan tingkah laku yang terindrai, menjadikannya sangat bernilai.
Bagaimana dengan kita?
Ada yang telinga ini semakin haus mendengarkannya meski ia tak pandai bertutur indah. Ia bukan hanya melepaskan dahaga jiwa. Ia hadirkan mata air. Sebaliknya ada yang telinga ini kian lama kian jengah mendengarnya; bukan karena puas hati, tetapi karena hilang makna dari kata.
Termasuk yang manakah kita?
Ada yang menjadi istimewa setelah kita mengenalnya dari dekat, ada pula yang tak lagi istimewa justru setelah kita mulai dekat.
Termasuk yang manakah kita?
Ada yang tulus bersimpuh di tikar lusuh saat masih harus berpeluh menempuh perjalanan jauh. Tapi rasa enggan mulai datang untuk mendatangi tempat-tempat yang agak menyulitkan saat hidup mulai nyaman dengan berbagai kemudahan.
Ada juga yang tak surut semangat mengantarkan nasehat meski berat perjalanan yang harus dijalani, nikmat hidup tak menjadikan idealisme berkarat.
Termasuk yang manakah kita?