• img

    KAMUFLASE...

    Akan aku ajak engkau menemui bunglon .. agar engkau menyaksikan sendiri tipu dayanya! Bunglon merubah warna dirinya sesuai dengan tempat ia berada .. agar engkau mengetahui bahwa yang seperti bunglon itu banyak .. dan berulang-ulang! Dan bahwasanya ada orang-orang munafik .. banyak pula manusia yang berganti-ganti pakaian .. dan berlindung dibalik alasan “ingin berbuat baik”...
  • img

    Jujur...

    Jika engkau hendak mengungkap kejujuran orang, ajaklah ia pergi bersama .. dalam bepergian itu jati diri manusia terungkap .. penampilan lahiriahnya akan luntur dan jatidirinya akan tersingkap! Dan “bepergian itu disebut safar karena berfungsi mengungkap yang tertutup, mengungkap akhlaq dan tabiat”...
  • img

    Pemimpin

    Seringkali terbukti bahwa tugas utama seorang pemimpin hanyalah bagaimana memilih orang yang tepat. Begitu berhasil memilih orang yang tepat seringkali tugas seorang pemimpin sudah selesai. Setidaknya sudah 80 persen selesai. Tapi begitu seorang pemimpin salah memilih orang, sang pemimpin tidak terbantu sama sekali, bahkan justru terbebani...
  • img

    Karena Ukuran Kita Tak Sama

    seperti sepatu yang kita pakai, tiap kaki memiliki ukurannya memaksakan tapal kecil untuk telapak besar akan menyakiti memaksakan sepatu besar untuk tapal kecil merepotkan kaki-kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi...
  • img

    Kemenangan..

    Kemenangan sejati yang paling mendasar dan substansial adalah jika kebenaran tetap bersemayam di hati kita. Tidak terkontaminasi oleh racun-racun kehidupan, tidak tergoda oleh iming-iming apapun bentuknya, yang membuat hati kita diisi oleh nilai-nilai lain selain nilai kebenaran yang bersumber dari Allah SWT, ...

Agenda Weekend PKS Cipinang Besar Utara

0
Diposting oleh cahAngon on 29 Maret 2011 , in
Alhamdulillah, di Ahad pagi yang cerah, tanggal 27 Maret 2011, dengan penuh semangat disertai rasa gembira kita bisa berkumpul dan bersilaturahim lagi dengan Keluarga Besar PKS Cipinang Besar Utara. Jam 7.00 pagi sekitar 30-an Ibu-Ibu Majelis Ta'lim Cahaya Bina Ummat sudah stand by bersama anak-anaknya, beserta 50-an Kader ikhwan wa akhwat yang ikut serta beserta para jundinya yang ga kalah semangat dengan abi n uminya. Pukul 7.45 rombongan berangkat dengan satu bis metromini, satu mikrolet n beberapa motor.



Agenda pertama kita adalah menuju Masjid Baitul Ihsan untuk bergabung bersama jama'ah MAKKAH ( Majelis Ahklaqul Karimah ) se-DKI Jakarta, Alhamdulillah rombongan tiba 10 menit sebelum dimulai. Acara dibuka jam 8.30 oleh MC yang udah ga asing  "Bang Agus Supriatna" serta  dihadiri oleh Pembina MAKKAH Bang Sani "Triwisaksana" , Guru Besar Majelis Ahklaqul Karimah Ust, Hidayat Rohim, dan Ust Muslih Abdul Karim. Menjelang Dzuhur Acara usai seiring kiriman konsumsi datang Hokben  n Nasi Padang buat bekal energi perjalanan berikutnya.



Agenda kita selanjutnya, Munashoroh to Dunia Islam khususnya Rakyat Libya yang di hadiri oleh berbagai kalangan dari Politisi maupun Agamawan, ada Hidayat Nur Wahid, Anis Matta, Yoyoh Yusroh, Triwisaksana, Sabam Sirait, serta ratusan ribu kader dan simpatisan Kader Partai Keadilan Sejahtera yang mulai memadati Monas sekitar pukul 13.00 dan dilanjutkan dengan Long March dari lapangan Monas menuju Bundaran Hotel Indonesia kembali ke Monas.
Rombonganpun mendarat kembali di CBU pukul 17.15.

Tergerak di Titik Balik

0
Diposting oleh cahAngon on 25 Maret 2011
Satu teriakan perlawanan, bukan ketakutan
Satu suara dalam kegelapan, satu ketukan pada pintu
Dan sebuah dunia yang menggemakannya bertalu-talu
-Henry Wardsworth Longfellow, Revere-

Tidak pernah terjadi dalam sejarah, para panglima pasukan musuh, seluruhnya masuk ke dalam agama penakluknya. Kecuali peristiwa yang indah itu; Fathul Makkah. Dan wanita ini ambil bagian dalam kancah itu, dengan sebuah perjalanan yang sulit, dengan cinta yang rumit, dengan mengalahkan dendam yang pahit.
Namanya Ummu Hakim binti Al Harits. Di lahir, tumbuh, dan merenda masa depan di tengah keluarga yang paling dahsyat permusuhannya terhadap da’wah Rasulullah, Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam. Ayahnya, Harits ibn Hisyam, hingga ajal menjemput tak henti memusuhi Sang Nabi. Paman, sekaligus mertuanya adalah Abu Jahl ibn Hisyam, Fir’aun-nya ummat ini. Dan harus kita sebut nama suaminya, ‘Ikrimah ibn Abi Jahl, panglima Makkah yang paling ganas dan ditakuti setelah Khalid ibn Al Walid.

Hari itu adalah hari takluknya Makkah. Nama suaminya berada di deret atas daftar pencarian pasukan Rasulullah. Untuk dibunuh. Karena permusuhan sengitnya yang tak kunjung henti, karena keganasannya dalam menyiksa kaum beriman. Juga demi pemusnahan dendam kesumat dan darah kejahatan yang mengalir dalam dirinya; darah Abu Jahl. Sebuah nama yang mendenging di telinga kaum muslimin sebagai pembantai orang beriman, penganiaya mukmin lemah, pengobar kebencian, permusuhan, dan peperangan.
Dia berharap hari itu suaminya akan memenuhi ajakan Khalid ibn Al Walid yang membawa pesan padanya, ”Masuklah Islam, engkau akan selamat!” Ya, masuk Islam saja. Atau setidaknya berpura-pura. Tapi jawaban ’Ikrimah sungguh menggiriskan hatinya. ”Andaikan di muka bumi ini tak tersisa lagi selain diriku, aku tetap takkan mengikuti Muhammad selama-lamanya!” Keras kepala! Keras kepala! Persis seperti ayahnya yang memilih kehancuran daripada kebenaran ketika berdoa, ”Ya Allah jika apa yang dibawa Muhammad itu memang benar dari sisiMu, hujani saja kami dengan batu dari langit!”
Detik itu juga Ummu Hakim menyaksikan suaminya berkemas. Ia tak bertanya. Ia akan tahu nanti bahwa lelaki yang dicintainya itu pergi ke Yaman. Kini hatinya yang dirundung duka, dendam, dan lara itu itu harus ditata lebih dahulu. Mari kita bayangkan seorang wanita yang tumbuh di tengah ayah, mertua, suami dan keluarga besar yang paling sengit memerangi da’wah. Mencaci-maki Muhammad dan mencelanya sudah bagai ritual agama dalam rumahtangga dan keluarga besarnya.
Tentu ada dua kemungkinan tentang jiwanya sejak lama. Pertama, jika ia bersimpati pada Muhammad dan diam-diam beriman, atau setidaknya mendukung dalam hati. Tentu masa berpuluh tahun ini bukan masa yang mudah untuk dilaluinya. Ia harus menyembunyikan perasaan kagum dan dukungannya dari seluruh keluarga yang kompak menyanyikan koor permusuhan. Pahit sekali. Pahit sekali mendengar lelaki berakhlaq mulia, yang datang dengan segala kebaikan bagi Quraisy itu dihina dan direndahkan di telinganya. Atau kadang mungkin ia ditegur, ”Mengapa kau tak ikut mencela Muhammad?”
Atau kemungkinan kedua. Bahwa ia tak beda dengan suami, ayah, mertua atau pamannya. Seorang yang tumbuh dengan kebencian tak terperikan pada Islam. Pada Muhammad. Maka saat yang paling sulit dan rumit itu adalah sekarang. Ketika mertuanya yang perkasa, Abu Jahl telah lama gugur di Badar dengan meninggalkan luka di hati suaminya, dan di hatinya. Luka itu belum kering. Dendam itu masih menyala. Kini, ketika Muhammad datang bersama sepuluh ribu bala tentaranya. Ketika seluruh wangsa Quraisy harus tertunduk malu kepadanya di depan Ka’bah. Si yatim, si miskin, si santun itu kini memegang kendali nasib mereka. Maka, bagaimanakah perasaannya?
ia telah mengalami
apa yang mungkin dialami bumi ini
di saat ia terburai memanjang oleh mata bajak
sehingga bulir-bulir gandum bisa disemaikan
-Victor Hugo, Les Miserables-
Kita tak tahu keterangan pasti, bagaimana sebenarnya keadaan hatinya sejak semula. Yang jelas, saat ini dia akan melakukan sebuah hal besar yang melampaui segala perasaan itu. Hatinya yang kukuh –mungkin khas klan Bani Makhzum- menggerakkannya untuk menemui Rasulullah. Dan di hadapan beliau dia meminta satu hal yang menurut perkiraannya tak mungkin dipenuhi. Jaminan keamanan dari beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam untuk suaminya.
Sepertinya tak mungkin. Tapi apa salahnya berharap pada Allah Yang Maha Kuasa tentang seorang yang begitu damai memberikan pengampunan umum atas Quraisy hari itu. Muhammad seorang pemaaf, bukan pendendam. Meski suaminya ada di daftar atas para buronan, apa salahnya mencoba?
Dan Rasulullah memang menjawab, ”Ya.”
Bahkan Ummu Hakim pun terkejut menyaksikan begitu mudahnya jawaban itu keluar dari bibir sang manusia mulia. Dan diiringi senyum yang sangat manis, sangat damai. Tiba-tiba tubuhnya serasa ringan, hatinya lapang. Ia kini tak ragu bahwa Islam adalah pilihan hidup untuknya, dan untuk suaminya. ”Ah..”, gumam Ummu Hakim. Tapi ini baru langkah pertama. Meminta kepada Rasulullah jauh lebih mudah daripada membujuk suaminya. Dan untuk menemui lelaki itu pun bukan hal ringan. Ke Yaman. Ke Yaman yang jauh dengan perjalanan berbahaya, melintasi gurun kosong yang tak aman dari hewan buas dan manusia beringas. Ke sana ia harus menuju, menyusul lelaki gagah yang keras hati itu.
Berbahagialah mereka yang digerakkan oleh cinta kepada hidayah..
♥♥♥
“Saya menemukan satu jenis hasil ekskresi yang tidak menimbulkan rasa jijik”, tulis Kazuo Murakami dalam The Divine Message of The DNA. Ya, sekawan ia dengan keringat, urine, lendir, juga –maaf- tinja. Tetapi apa yang kita rasakan saat melihat yang satu ini; air mata? Sangat berbeda dengan yang lain. Kilaunya justru memukau. “Walau saya tak mengerti”, kata Murakami, “Bagaimana emosi kita terinspirasi dalam benak, saya tahu bahwa saat saya tergerak hingga menangis, hati saya terasa dibersihkan dan tidak ada tempat lagi di dalamnya bagi kebencian maupun kemarahan.”
Dan itulah yang terjadi pada ’Ikrimah. Dia juga tak dapat menahan air mata, melihat kilau-kemilau di mata isterinya. Ia memang hanya setengah percaya pada pesan yang dibawa wanita tegar ini. Muhammad mengampuninya? Agak sulit menerima itu. Ia hanya setengah percaya pada pesan ini. Tapi ia sepenuhnya percaya pada selaksa kesulitan yang ditempuh Ummu Hakim untuk bisa menemuinya di Yaman. Ia percaya pada ketulusan wanita ini. Ia percaya pada cintanya. Ia tergerak di titik balik kehidupan, ketika semua yang dimilikinya terasa berantakan.
Berbahagialah mereka yang digerakkan oleh cinta kepada hidayah..
Nun di Makkah sana, Sang Nabi tiba-tiba bersabda kepada shahabat-shahabatnya. ”Sebentar lagi ’Ikrimah ibn Abi Jahl akan datang ke tengah kita sebagai seorang mukmin yang berhijrah”, katanya, ”Maka kuminta kepada kalian untuk menghentikan semua celaan dan cacian kepada ayahnya!” Ya, mencaci dan mencela Abu Jahl selama ini seolah telah menjadi bagian dari kehidupan seorang muslim. Tak pernah ada sesosok manusia yang kebengisannya kepada da’wah melebihi Abu Jahl, dan tak pernah ada sesosok manusia yang dibenci melebihi dirinya. Tapi kini Sang Nabi, yang pernah dijeratnya dengan selendang, yang pernah ditimpuknya dengan isi perut unta, yang berkali-kali nyaris dibunuhnya meminta mereka untuk menyambut putera si musuh Allah dengan cinta sebagai saudara seiman. Tidak membenci, mungkin. Tapi mencintai? Memaafkan, mungkin. Tapi melupakan?
Di luar dugaan para shahabat, Sang Nabi memberi mereka pelajaran lebih jauh. Sosok agung itu melompat dari duduknya, bergegas maju menyambut, menjabat, dan memeluk ’Ikrimah! Sementara putera musuh Allah itu terbengong takjub.
”Ya Muhammad! Aku mendengar dari wanita ini bahwa engkau memberikan jaminan keamanan untukku. Benarkah itu?”
Ah.. dengarlah, dia masih menyebut isterinya dengan ’wanita ini’. Dan bahkan ia menanyakan jaminan keamanan terlebih dahulu sebelum menyatakan diri berislam.
”Benar. Engkau aman wahai ’Ikrimah..”
Maka ’Ikrimah pun masuk Islam, berislam dengan sempurna, dan menebus dirinya kepada Allah dengan syahid di Perang Yamamah. Dan tahukah kalian para shahabatku di jalan cinta para pejuang, bahwa baru sejak saat itulah, sejak suaminya masuk Islam Ummu Hakim merasa cintanya pada suami berbalas ketulusan yang sama? Berbahagialah mereka yang digerakkan oleh cinta kepada hidayah. Berbahagialah ’Ikrimah yang digerakkan cinta kepada hidayah. Berbahagialah Ummu Hakim yang digerakkan hidayah kepada cinta..
Di jalan cinta pejuang, bahkan hal kecil seperti air mata yang bening, bisa menjadi sebuah gairah yang menggerakkan manusia, mengubah dunia..
Kalau cinta sudah terurai jadi laku,
cinta itu sempurna seperti pohon iman;
akarnya terhunjam dalam hati,
batangnya tegak dalam kata,
buahnya menjumbai dalam laku.
-M. Anis Matta-

-Salim A. Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang 205-211-



by: azimah rahayu
---
jikalah derita akan menjadi masa lalu pada akhirnya
maka mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa
sedang ketegaran akan lebih indah dikenang nanti

jikalah kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya
maka mengapa tidak dinikmati saja
sedang ratap tangis tak akan mengubah apa-apa

jikalah luka dan kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya
maka mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa
sedang ketabahan dan kesabaran adalah lebih utama

jikalah kebencian dan kemarahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya
maka mengapa mesti diumbar sepuas jiwa
sedang menahan diri adalah lebih berpahala

jikalah kesalahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya
maka mengapa mesti tenggelam di dalamnya
sedang taubat itu lebih utama

jikalah harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya
maka mengapa mesti ingin dikukuhi sendiri
sedang kedermawanan justru akan melipat gandakannya

jikalah kepandaian akan menjadi masa lalu pada akhirnya
maka mengapa mesti membusung dada dan membuat kerusakan di dunia
sedang dengannya manusia diminta memimpin dunia agar sejahtera

jikalah cinta akan menjadi masa lalu pada akhirnya
maka mengapa mesti ingin memiliki dan selalu bersama
sedang memberi akan lebih banyak menuai arti

jikalah bahagia akan menjadi masa lalu pada akhirnya
maka mengapa mesti dirasakan sendiri
sedang berbagi akan membuatnya lebih bermakna

jikalah hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya
maka mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka
sedang begitu banyak kebaikan bisa dicipta...



Menyerang Qiyadah Melumpuhkan Dakwah

0
Diposting oleh cahAngon , in
Muhammad Abdullah Al Khatib*
...
Wahai Ikhwan, karena dakwah kalian merupakan kekuatan besar melawan kedzoliman, maka wajar kalau mereka mengerahkan segala senjata dan kemampuan untuk menghadapi dakwah kalian, bahkan tidak ada satu pun cara kecuali mereka manfaatkan untuk memerangi dan memberangus dakwah kalian.

Cara paling berbahaya yang digunakan oleh musuh yang licik adalah upaya menimbulkan friksi internal di dalam dakwah, sehingga mereka dapat memenangkan pertarungan karena kekuatan dakwah melemah akibat terpecah belah. Dan hal yang paling efektif menimbulkan friksi internal dalam dakwah adalah hilangnya tsiqah antara prajurit dan pimpinan. Sebab bila prajurit sudah tidak memiliki sikap tsiqah pada pimpinannnya, maka makna ketaatan akan segera hilang dari jiwa mereka. Bila ketaatan sudah hilang, maka tidak mungkin ada eksistensi kepemimpinan dan karenanya pula tidak mungkin jamaah dapat eksis.

Oleh karena itulah, maka Imam Asy-Syahid menekankan rukun tsiqah dalam Risalah At-Ta'alim dan menjadikannya sebagai salah satu rukun bai'at. Imam Asy-Syahid juga menjelaskan urgensi rukun ini dalam menjaga soliditas dan kesatuan jamaah, ia mengatakan:

"...Tidak ada dakwah tanpa kepemimpinan. Kadar tsiqah – yang timbal balik - antara pimpinan dan yang dipimpin menjadi penentu bagi sejauh mana kekuatan sistem jamaah, kemantapan langkah-langkahnya, keberhasilan dalam mewujudkan tujuan-tujuannya, dan kemampuannya dalam mengatasi berbagai tantangan dan kesulitan. "Ta'at dan mengucapkan perkataan yang baik adalah lebih baik bagi mereka" (QS 47:21). Dan tsiqah terhadap pimpinan merupakan segala-galanya bagi keberhasilan dakwah."


Kita tidak mensyaratkan bahwa yang berhak mendapat tsiqah kita adalah pemimpin yang berkapasitas sebagai orang yang paling kuat, paling bertakwa, paling mengerti, dan paling fasih dalam berbicara. Syarat seperti ini sangat sulit dipenuhi, bahkan hampir tidak terpenuhi sepeninggal Rasulullah saw. Cukuplah seorang pemimpin itu, seseorang yang dianggap mampu oleh saudara-saudaranya untuk memikui amanah (kepemimpinan) yang berat ini. Kemudian apabila ada seorang ikhwah (saudara) yang merasa bahwa dirinya atau mengetahui orang lain memiliki kemampuan dan bakat yang tidak dimiliki oleh pimpinannya, maka hendaklah ia mendermakan kemampuan dan bakat tersebut untuk dipergunakan oleh pimpinan, agar dapat membantu tugas-tugas kepemimpinannya bukan menjadi pesaing bagi pimpinan dan jamaahnya.

Saudaraku, mungkin anda masih ingat dialog yang terjadi antara Abu Bakar ra dan Umar ra sepeninggal Rasulullah saw.

Umar berkata kepada Abu Bakar, 'Ulurkanlah tanganmu, aku akan membai'atmu.'
Abu Bakar berkata, 'Akulah yang membai'atmu.'
Umar berkata, 'Kamu lebih utama dariku.'
Abu Bakar berkata, 'Kamu lebih kuat dariku.'

Setelah itu Umar ra berkata, 'Kekuatanku kupersembahkan untukmu karena keutamaanmu.'
Umar pun terbukti benar-benar menjadikan kekuatannya sebagai pendukung Abu Bakar sebagai kholifah.

Tatkala seseorang bertanya kepada Imam Asy-Syahid, 'Bagaimana bila suatu kondisi menghalangi kebersamaan anda dengan kami? Menurut anda siapakah orang yang akan kami angkat sebagai pemimpin kami?'

Imam Asy-Syahid menjawab, 'Wahai ikhwan, angkatlah menjadi pemimpin orang yang paling lemah di antara kalian. Kemudian dengarlah dan taatilah dia. Dengan (bantuan) kalian, ia akan menjadi orang yang paling kuat di antara kalian.’

‘Wahai Ikhwan, mungkin anda masih ingat perselisihan yang terjadi antara Abu Bakar dan Umar dalam menyikapi orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat. Sebagian besar sahabat berpendapat seperti pendapat Umar, yaitu tidak memerangi mereka. Meski demikian tatkala Umar mengetahui bahwa Abu Bakar bersikeras untuk memerangi mereka, maka ia mengucapkan kata-katanya yang terkenal, yang menggambarkan ketsiqahan yang sempurna, 'Demi Allah, tiada lain yang aku pahami kecuali bahwa Allah telah melapangkan dada Abu Bakar untuk memerangi mereka, maka aku tahu bahwa dialah yang benar.'

Andai Umar ra tidak memiliki ketsiqahan dan ketaatan yang sempurna, maka jiwanya akan dapat memperdayakannya, bahwa dialah pihak yang benar, apalagi ia telah mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Allah swt telah menjadikan al haq (kebenaran) pada lisan dan hati Umar.'

Alangkah butuhnya kita pada sikap seperti Umar ra tersebut, saat terjadi perbedaan pendapat di antara kita, terutama untuk ukuran model kita yang tidak mendengar Rasululiah saw memberikan rekomendasi kepada salah seorang di antara kita, bahwa kebenaran itu pada lisan atau hatinya.

Mengingat sangat pentingnya ketsiqahan terhadap fikrah dan ketetapan pimpinan, maka musuh-musuh Islam berusaha sekuat tenaga untuk menimbulkan keragu-raguan pada Islam, jamaah, manhaj jamaah, dan pimpinannya. Betapa banyak serangan yang dilancarkan untuk melaksanakan misi tersebut.

Oleh karena itu, seorang akh jangan sampai terpengaruh oleh serangan-serangan tersebut. Ia harus yakin bahwa agamanya adalah agama yang haq yang diterima Allah swt. Ia harus yakin bahwa Islam adalah manhaj yang sempurna bagi seluruh urusan dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Ia harus tetap tsiqah bahwa jamaahnya berada di jalan yang benar dan selalu memperhatikan Al Quran dan Sunah dalam setiap langkah dan sarananya. Ia harus tetap tsiqah bahwa pimpinannya selalu bercermin pada langkah Rasulullah saw serta para sahabatnya dan selalu tunduk kepada syariat Allah dalam menangani persoalan yang muncul saat beraktivitas serta selalu memperhatikan kemaslahatan dakwah.

Kami mengingatkan, bahwa terkadang sebagian surat kabar atau media massa lainnya mengutip pembicaraan atau pendapat yang dilakukan pada pimpinan jamaah, dengan tujuan untuk menimbulkan keragu-raguan, menggoncangkan kepercayaan, dan menciptakan ketidakstabilan di dalam tubuh jamaah. Oleh karena itu, seorang akh muslim tidak diperbolehkan menyimpulkan suatu hukum berdasarkan apa yang dibaca dalam media massa, tidak boleh melunturkan tsiqahnya, dan tidak boleh menyebarkannya atas dasar pembenaran. Ia harus melakukan tabayyun terlebih dahulu.

Allah swt menegur segolongan orang yang melakukan kesalahan dengan firman-Nya,
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka serta merta menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja di antaramu.” (QS 4:83).


*Dikutip dari Kitab Nadzharat Fii Risalah at-Ta'alim (Bab Ats-Tsiqoh) terbitan Asy-Syaamil.

Adakah Obatnya....

0
Diposting oleh cahAngon on 17 Maret 2011 , in
Bagaikan patung, seorang Arab Badui berdiri di hadapan rumah tabib terkenal. Nampak sekali ada beban di hatinya. Sorot matanya sayu. Satu persatu orang yang datang berobat diamati. Ketika tiba gilirannya, ia segera masuk ke tempat berobat.

"Semoga Allah merahmatimu, adakah engkau punya obat untuk penyakit dosa-dosaku?"

Tabib itu diam. Sejenak kemudian kepalanya menunduk. Pandangan matanya terbentur lantai tanah. Tidak ada jawaban. Dicobanya memeras pikiran.

Tak lama kemudian, tabib itu menjawab, "Ambillah jerih payah kefakiran, ruh kesabaran, dan campurlah dengan kelembutan fikiran, tambahkan secukupnya rasa tawadhu' dan khusyu', lalu tumbuklah adonan itu di lesung taubat dan khudhu'. Basahilah dengan airmata takut. Setelah itu, letakkanlah di tempayan rendah diri kepada Allah. Nyalakan di bawahnya api tawakkal, aduklah dengan istighfar, sampai tampak tanda-tanda taufiq dan ketenangan. Bila sudah cukup pindahkan ke nampan mahabbah, dinginkan dengan mawaddah, tiriskan dengan rasa duka, tambahkan kekuatan iman dan rasa takut kepada Yang Maha Rahman."

"Berobatlah dengan obat itu setiap hari. Dan, selama minum obat itu, jauhkan olehmu segala bentuk dosa. Pakailah pakaian malu, teguhkan hatimu untuk jujur dan setia, dan jangan masuk ke rumahNya kecuali melalui pintu taubat. Jika engkau terus melakukan pengobatan seperti itu, hatimu akan menjadi jernih di antara hati manusia yang ada. Dan, rasa sakit yang ditimbulkan oleh dosa-dosa itu Insya Allah akan sirna."