-
-
Jujur...
Jika engkau hendak mengungkap kejujuran orang, ajaklah ia pergi bersama .. dalam bepergian itu jati diri manusia terungkap .. penampilan lahiriahnya akan luntur dan jatidirinya akan tersingkap! Dan “bepergian itu disebut safar karena berfungsi mengungkap yang tertutup, mengungkap akhlaq dan tabiat”... -
Pemimpin
Seringkali terbukti bahwa tugas utama seorang pemimpin hanyalah bagaimana memilih orang yang tepat. Begitu berhasil memilih orang yang tepat seringkali tugas seorang pemimpin sudah selesai. Setidaknya sudah 80 persen selesai. Tapi begitu seorang pemimpin salah memilih orang, sang pemimpin tidak terbantu sama sekali, bahkan justru terbebani... -
Karena Ukuran Kita Tak Sama
seperti sepatu yang kita pakai, tiap kaki memiliki ukurannya memaksakan tapal kecil untuk telapak besar akan menyakiti memaksakan sepatu besar untuk tapal kecil merepotkan kaki-kaki yang nyaman dalam sepatunya akan berbaris rapi-rapi... -
Kemenangan..
Kemenangan sejati yang paling mendasar dan substansial adalah jika kebenaran tetap bersemayam di hati kita. Tidak terkontaminasi oleh racun-racun kehidupan, tidak tergoda oleh iming-iming apapun bentuknya, yang membuat hati kita diisi oleh nilai-nilai lain selain nilai kebenaran yang bersumber dari Allah SWT, ...
Perang Gerilya di Ranah Media ala PKS
“The strategy and tactics of guerrilla warfare tend to involve the use of a small, mobile force against a large, unwieldy one“
Vietnam vs AS -> 1-0
Vietnam sukses memberikan perlawanan kepada AS. Tidak sedikit sejarawan
yang mengatakan perang vietnam adalah kemenangan bagi laskar Vietcong
dan kekalahan bagi militer AS - bahkan terbesar dalam sejarah peperangan
mereka. Catatan penting bagi kemenangan itu adalah pasukan Vietcong
sukses menerapkan strategi perang gerilya yang mereka pelajari dari buku
Fundamentals of Guerilla Warfare (Pokok-pokok Perang Gerilya), karangan Jendral AH. Nasution.
Vietnam memang tidak punya pilihan lain. Selain jumlah personil yang
terbatas, minim dan sederhananya peralatan tempur membuat mereka tidak
mungkin ‘head to head‘ dalam menghadapi kekuatan raksasa militer AS dan
sekutu-sekutunya yang baru saja memenangkan Perang Dunia 2. Dengan
memanfaatkan penguasaan atas kondisi demografi dan geografi Vietcong
melakukan gerilya, membuat tentara AS seperti menghadapi pasukan hantu.
Keluar masuk hutan; menyergap di malam hari; menyamar menjadi rakyat
biasa; melukai bukan membunuh (strategi 1-3, lukai 1 orang, 2 orang akan
menjadi sibuk untuk mengusung). Serangan melalui kelompok-kelompok
kecil terus menerus dilakukan dan terorganisir dengan rapi. Militer AS
dilanda jenuh, frustasi, demoralisasi dan tidak berhasrat melanjutkan
pertempuran.
Carrefour vs Indomaret -> 1-1
Sekitar 6 atau 7 tahun yang lalu, pemain-pemain bisnis retail dikejutkan
dengan kehadiran Carrefour yang merampok pasar mereka dan menyebabkan
kegoncangan usaha. Yuki, Macan, Makro, Hero yang terlihat sangat mapan
harus gulung tikar karena customer mereka beralih ke Carrefour yang
hadir menawarkan konsep bisnis retail ‘RAKSASA’. Lengkap, BESAR dan
murah.
Carrefour sukses mencaplok pasar retail yang beragam. Tua, muda, kaya,
menengah, Unsegmented. Berbagai cara coba dilakukan;
rebranding-repositioning; tetapi pemain-pemain lama hanya bisa gigit
jari, menyaksikan kasir-kasir mereka semakin sepi dan akhirnya harus
ditutup. Perang ‘head to head‘ dengan Carrefour berarti mati.
Sampai kemudian hadirlah Indomaret…
Indomaret nampaknya paham betul, bahwa perang melawan Carrefour ibarat
perang Vietnam. David dan Goliath. Maka menghadapi raksasa ini tidak
bisa perang tanding satu lawan satu. Maka Indomaret melakukan perang
gerilya. Mereka menciptakan puluhan, ratusan bahkan ribuan gerai
Indomaret kecil. Ya.. kecil, 2 atau 3 ruko, disulap menjadi 1 gerai
Indomaret. Tetapi ada dimana-mana. Dikendalikan dan diorganisir dengan
ketat dan rapi. Hasilnya… gerai-gerai kecil Indomaret sukses mengimbangi
raksasa Carrefour dan masih bertahan hingga kini. Skor masih remis.
Strategi media PKS (PKS vs …. -> .. - ..)
PKS nampaknya cukup jeli melihat situasi. Menilik 2 contoh di atas, PKS
sadar; di satu sisi melawan raksasa media semacam TV One, Metro TV, MNC
Group, Trans Corp + detik.com tidak mungkin ‘head to head‘ karena mereka
akan kalah, di sisi lain PKS butuh media untuk memberitakan
aksi-aksinya atau mengcounter berita negatif dari media lain. Apa yang
dilakukan PKS?
Ya… PKS melakukan Perang Gerilya Media.
PKS punya kader-kader muda yang cukup melek teknologi karena secara usia
memang mereka besar di era ini. Mereka hidupkan media-media online atas
nama PKS baik itu level Pusat, Wilayah sampai Kecamatan. Yang paling
dikenal adalah pkspiyungan.org, pks.or.id, pkssumut.or.id, dan ratusan
situs-situs PKS lainnya. Belum lagi media-media islam yang terlihat pro
PKS seperti dakwatuna.com, islamedia.web.id, dan masih banyak
situs-situs bertema umum yang punya pengunjung/pembaca cukup banyak.
Seperti piyungan.org yang menampilkan jumlah viewernya yang mencapai
18jt dan terus bergerak setiap hari.
Serbuan situs-situs kecil ini ibarat serbuan Vietcong kepada tentara AS
atau Indomaret kepada Carrefour. Banyak tapi kecil-kecil, membingungkan,
cukup survival.
Belum lagi sebagaimana dikatakan Fahri Hamzah di acara Mata Najwa (Metro
TV, 10/04/2013), sebanyak 500ribu kader PKS di minta buat akun di
sosial media, baik itu facebook maupun twitter. Sehingga penyebaran
informasi bisa sangat massif. Pidato Presiden PKS Anis Matta di Medan,
misalnya langsung diposting di tiap-tiap situs PKS, lalu disebar oleh
akun-akun kader mereka. Jika 10% saja dari kader PKS punya friend atau
follower sebanyak 4000, maka akan ada potensi penyebaran informasi ke
200jt akun. Tidak ada media besar yang bisa diandalkan PKS, tetapi
dengan metode guerilla warfare atau ‘keroyokan’ begini, PKS cukup sukses
melakukan penyebaran informasi atau counter opini atas media-media
besar.
Contoh ketika Tempo memberitakan dugaan korupsi Aher terhadap dana Bank
Jabar, tim sosial media PKS rame-rame memberitakan puluhan prestasi
Aher. Contoh lain ketika ada isu LHI mengirim SMS dari penjara, kader
PKS dengan cepat melakukan klarifikasi melalui twitter, diberitakan oleh
situs-situs online PKS dan disebar oleh seluruh kader.
Memang, belum ada riset resmi untuk mengkaji hal ini. Tetapi paling
tidak, para kader dan simpatisan PKS cukup well informed terkait dengan
perkembangan PKS dengan hanya mengandalkan situs-situs di bawah kendali
mereka. Dan selanjutnya mereka melakukan sosialisasi kepada masyarakat
atas isu-isu yang berkembang.
Ini agak sulit ditiru oleh Partai lain. Selain karena basis dukungan
bukan melalui kader, partai lain umumnya di dominasi oleh kader yang
tidak lagi muda. Dan sudah tidak terlalu menikmati riuhnya dunia sosial
media.
Lalu akan menjadi berapakah skornya dalam pertempuran ini?
Well, mari kita nantikan.
Razas MS
@razasms on twitter
*http://politik.kompasiana.com/2013/04/11/perang-gerilya-di-ranah-media-ala-pks-545255.html
SOLO - Menjelang milad (ulang tahun) ke 15 PKS Kota Solo secara resmi
mendaftarkan calon anggota legislatif ke Komisi Pemilihan Umum Daerah
(KPUD) pada hari Senin, 15 April 2013. PKS Kota Solo mendaftarkan 45
Nama Calon legislatif DPRD Kota Surakarta.
Pendaftaran caleg dipimpin langsung oleh Ketua DPD PKS Solo, Sugeng
Riyanto. Semua caleg PKS Solo yang didaftarkan adalah hanya kader
internal sebagai bentuk komitmen PKS Sebagai partai kader. “Proses
pencalegan PKS Kota Solo berlangsung secara bottom up, sesuai usulan
kader dimasing-masing dapil. Proses penyusunan caleg berlangsung cukup
panjang melalui survei internal kader dan dilanjutkan pembahasan majelis
syuro. Jadi semua daftar caleg yang muncul saat ini adalah usulan kader
yang sekaligus sebagai mesin utama partai,” ujar Sugeng.
Mengenai keterwakilan perempuan tidak ada kendala berarti dengan kuota
caleg perempuan minimal 30%. Keterwakilan perempuan mencapai 40 persen
atau 18 orang dari 45 keseluruhan caleg di semua daerah pemilihan
(dapil). “Bahkan untuk caleg termuda juga dari kader perempuan PKS.
Dengan komposisi caleg seperti ini, insya Allah PKS Solo siap
menargetkan masuk dua besar di Kota Solo.” jelas Sugeng.
Menurut ketua KPUD Kota Surakarta, Didik Wahyudiono, pada hari ini PKS
menjadi partai pendaftar pertama yang mendaftarkan calegnya di KPUD kota
Solo. Bahkan Didik menyebut PKS "kesregepen" (paling rajin datang awal)
untuk mendaftarkan calegnya.
Setelah mendaftarkan daftar caleg di KPUD, PKS Kota Solo akan menggelar
acara pendukung “Aksi Tebar 1000 Pesan Cinta” di perempatan Manahan.
Acara tebar pesan cinta dilakukan oleh kader-kader wanita PKS dengan
membagikan permen dan quote pesan cinta Presiden PKS, Anis Matta kepada
pengguna jalan raya yang berhenti di traffic light manahan.
Menanggapi aksi ini, Sugeng Riyanto menyatakan, “Aksi ini kami lakukan
karena di dalam tradisi PKS dan yang ingin ditunjukkan PKS ke publik
bahwa politik itu menyenangkan seperti makan permen. Dan kita ingin
menghadirkan cinta dalam politik, sesuai jargon baru PKS yaitu “Cinta,
Kerja dan Harmoni” pungkasnya.
"Keledai Demokrasi"
Nandang Burhanudin
Suatu hari keledai milik seorang petani jatuh ke dalam sumur. Hewan itu
menangis dengan memilukan selama berjam-jam sementara si petani
memikirkan apa yang harus dilakukannya. Akhirnya, si petani memutuskan
bahwa hewan itu sudah tua dan sumur juga perlu ditimbun (ditutup –
karena berbahaya), jadi tidak berguna untuk menolong si keledai. Dan ia
mengajak tetangga-tetangganya untuk datang membantunya. Mereka membawa
sekop dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur. Pada mulanya, ketika si
keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia menangis penuh kengerian.
Tetapi kemudian, semua orang takjub, karena si keledai menjadi diam.
Setelah beberapa sekop tanah lagi dituangkan ke dalam sumur. Si petani
melihat ke dalam sumur dan tercengang karena apa yang dilihatnya.
Walaupun punggungnya terus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah dan
kotoran, si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia mengguncang-
guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah,
lalu menaiki tanah itu. Sementara tetangga-tetangga si petani terus
menuangkan tanah kotor ke atas punggung hewan itu, si keledai terus juga
mengguncangkan badannya dan melangkah naik. Segera saja, semua orang
terpesona ketika si keledai meloncati tepi sumur dan melarikan diri!
***
Sahabat, di beberapa fanspage megalomania, terdapat tulisan-tulisan yang
menusuk jiwa siapapun yang masih mengedepankan akhlak mulia dalam
berdakwah. Selain tulisan KILAAB Al-Gharb (anjing-anjing Barat), muncul
lagi tulisan yang temanya sama-sama binatang: yaitu HIMAAR
AD-DIMUQRATHIYYAH (Keledai Demokrasi).
Di beberapa negera Arab seperti di Mesir, kata HIMAAR memang lazim
digunakan untuk menunjuk batang hidung orang yang bodoh, dungu dan
terperdaya. Mungkin tulisan KELEDAI DEMOKRASI di atas maksudnya, para
penganut demokrasi lebih mirip keledai. Termasuk orang-orang yang
memperjuangkan kejayaan Islam dan kaum muslimin via demokrasi. Logikanya
jika yang setuju dengan demokrasi disebut keledai, lantas para
penikmatnya layak disebut apa ya?
Keledai, ternyata adalah makhluk Allah yang memiliki keunggulan
dibanding manusia. Walau tentu, manusia yang paling mulia. Namun
ternyata di www.anneahira.com disebutkan, bahwa keledai termasuk hewan
pekerja keras, murah, dan bertenaga besar. Digunakan lebih kurang 5.000
tahun mengabdi kepada manusia. Bahkan ternyata, kemampuan visual keledai
mengalahkan kemampuan visual manusia. Beberapa hasil penelitian
kontemporer menyebutkan, keledai dapat melihat dengan sinar infra merah.
Artinya keledai dapat melihat setan, karena setan terbuat dari api.
Sedangkan manusia tidak bisa melihat setan.
***
Sahabat, jika kita menelaah ksiah keledai masuk sumur di atas, maka kita
akan menemukan tamsil sarat makna. Keledai yang dianggap bodoh
kecemplung sumur, mirip dengan keadaan umat Islam yang hingga kini terus
digunjang chaos, carut marut, hingga pelecehan.
Di tataran akidah, banyak umat Islam yang karena ingin hidup subur lebih
percaya kepada Eyang Subur daripada Allah Ta'ala Maha Ghafur. Di
tataran ekonomi, umat hanya menjadi "jongos", "kuli" mulai di negeri
sendiri hingga di luar negeri. Masalah politik, umat pun disuguhi
kisruh. Bahkan di tahun 2013, ada gubernur yang muslim berani melarang
penggunaan kerudung/jilbab panjang. Bahkan hak-hak umat Islam sedikit
demi sedikit termarjinalkan, dikalahkan agama Konghuchu yang baru diakui
di era Gusdur. Ragam masalah di atas teramat berat. Sungguh kehidupan
terus saja menghimpit, seperti keledai yang terperosok dan dihimpit
tanah dan kotoran. Segala macam tanah dan kotoran.
Di tengah himpitan itulah, kita melihat pola perjuangan umat yang makin
hari makin mundur ke belakang. Berteriak lantang menerapkan Islam
Kaaffah, tanpa mempersiapkan infrastruktur memadai agar Islam bisa
menyeluruh diterapkan. Kita buta bahwa masyarakat Islam telah lama
dibuat BODOH, MISKIN, tak berdaya. Ibarat keledai, secara sistemik tidak
keledai dimatikan potensi dan kemampuannya.
Nasihat Imam Ali mengatakan, "Kefakiran menyebabkan kekufuran." Umat
fakir di segala bidang. Mereka dekat dengan kekufuran. Rasanya sangat
bertolak belakang, jika perjuangan yang digembar-gemborkan tidak
menyentuh dan menyelesaikan kefakiran: ilmu, sains, materi, bahkan cara
berIslam dengan benar.
Tentu ada baiknya kita belajar kepada keledai di atas. Bahwa cara untuk
keluar dari “sumur” (kesedihan, masalah, prahara, derita, nestapa,
problematika) adalah dengan MENGGUNCANGKAN/MENGGERAKKAN badan dan
fikiran agar segala tanah dan kotoran dari diri kita (pikiran dan hati
kita) berjatuhan. Kemudian kita jadikan sebagai penopang untuk melangkah
naik dari “sumur”.
Jadi kita tak perlu terlalu lama MENGINJAK-INJAK kotoran-kotoran tanah
yang dijejalkan oleh pihak luar. Sebagaimana kita tidak perlu terlalu
lama menginjak-injak demokrasi. Kita jadikan demokrasi sebagai alat,
agar tidak terbenam. Karena tugas kita memang bukan menjadikan demokrasi
sebagai inti perjuangan. Tapi ia dijadikan sebagai media berpijak,
untuk kemudian keluar dari masalah yang yang menghimpit.
Keledai di atas saja mampu menggunakan kecerdasan yang sedikit itu, ia
tak diam, berpangku tangan, apalagi hanya sekedar teriak mengeluarkan
suara kencang. Jika ia pasif, tak lama ia akan terbenam. Pun demikian
dengan kita, di setiap kotoran-kotoran kehidupan, baik kotoran yang
lahir di dalam maupun kotoran yang diimpor dari luar, andai saja mau
sedikit cerdas: kita gunakan kotoran sebagai satu batu pijakan untuk
melangkah naik ke atas. Sebelum kita berbicara menjadikan senjata makan
tuan. Kita dapat keluar dari “sumur” yang terdalam dengan terus
berjuang, dan tidak menyerah.
Singkatnya, di alam demokrasi seperti di Mesir, Libia, Tunisia, siapapun
bebas menunjuk atau mencaci maki orang lain dengan julukan sekehendak
hati: Keledai, salah satunya. Namun terbukti, banyak penelitian yang
mengungkap, bahwa keledai itu memiliki kecerdasan yang cukup, di samping
kewaspadaan, bersahabat, ceria dan mau belajar. Bahkan keledai yang
ditempatkan di kandang yang sama dengan kuda, ia akan mempelajari cara
untuk bersikap tenang saat menghadapi kuda yang "ambek".
Yang tidak boleh terjadi adalah, jika keledai hanya sekedar berteriak
lantang. Karena Al-Qur'an menjelaskan bahwa suara keledai adalah suara
terburuk. Persis seperti pepatah Arab mengatakan, "Lam aro himaaran yufakkiru kal-basyar. Walaakinni qaabaltul-katsiir minal-basyar yufakkiruuna kal-hamiir." (Aku
tak pernah melihat ada keledai yang berfikir seperti manusia. Tapi aku
menemukan banyak manusia yang berfikir seperti keledai).
Jadi masih relakah kita dengan metode dakwah yang menunjuk orang lain
keledai, sementara tanpa sadar, kita adalah manusia yang berfikir
seperti keledai?
Wallahu A'lam
"Selama dua puluh tahun berumah
tangga," kata seorang suami kepada temannya, "aku belum pernah mendapati
pada istriku sesuatu yang membuatku marah."
"Bagaimana hal itu bisa terjadi?" tanya si teman, keheranan.
"Sejak malam pertama aku bertemu istriku, aku mendatanginya dan aku ulurkan tanganku kepadanya. Ia berkata: 'Sabar dulu wahai Abu Umayyah, tunggu sejenak.'
Kemudian ia berkata: 'Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah atas Rasulullah… sesungguhnya aku adalah wanita yang asing bagi dirimu, aku tidak tahu karaktermu. Jelaskanlah kepadaku apa saja yang engkau sukai sehingga aku bisa melakukannya dan apa saja yang engkau benci sehingga aku dapat meninggalkannya. Aku katakan ini dan aku memohon ampun kepada Allah untuk diriku dan dirimu.'”
"Demi Allah," lanjut lelaki itu bercerita, disimak serius oleh temannya, "ia memaksa diriku untuk berbicara pada saat itu maka aku pun berkata: 'Segala puji hanya bagi Allah, aku bershalawat dan mengucapkan salam atas nabiNya dan atas keluarga beliau, wa ba’du. Sesungguhnya engkau telah mengucapkan sebuah perkataan jika engkau teguh memegangnya maka itu akan menjadi keberuntunganmu. Dan bila engkau tinggalkan akan menjadi hujjah yang menghujat dirimu. Sesungguhnya aku suka ini dan ini… dan aku membenci ini dan ini… apabila engkau melihat kebaikan, maka sebarkanlah dan apabila engkau melihat keburukan, maka tutuplah.'
Istriku bertanya: 'Apakah engkau menyukai kunjungan sanak familiku?'
Aku menjawab: 'Aku tidak suka dibuat bosan oleh mertua dan iparku (yakni ia tidak suka mereka sering mengunjunginya)'
'Siapakah tetangga yang engkau suka masuk ke dalam rumahmu sehingga aku memberinya izin dan siapakah yang tidak engkau sukai?'
Aku menjawab: 'Bani Fulan A adalah orang-orang shalih sedangkan bani Fulan B adalah orang-orang yang buruk.'
Maka aku pun melewati malam yang paling nikmat bersamanya. Satu tahun aku hidup bersamanya tidak pernah aku melihat apa-apa yang tidak aku sukai. Sehingga permulaan pada tahun kedua ketika aku pulang dari kerjaku, ternyata aku dapati ibu mertuaku di rumahku.
Ibu mertuaku bertanya kepadaku: 'Bagaimana pandanganmu tentang istrimu?'
Aku menjawab: “Sebaik-baik istri”
Ia berkata: 'Wahai Abu Umayyah, demi Allah, tidaklah seorang lelaki mendapatkan yang lebih buruk dalam rumahnya daripada wanita yang manja. Bimbing dan didiklah ia menurut kehendakmu.'
“Ia hidup bersamaku selama dua puluh tahun dan aku tidak pernah menghardiknya karena masalah apapun kecuali sekali, dan itupun karena aku yang menzaliminya,” kata lelaki itu memungkasi ceritanya.
Sauadaraku… Betapa bahagia hidup seperti itu. Dan saya tidak tahu, ke mana rasa takjub harus diarahkan; takjub kepada si istri dengan kebijaksanaannya? Atau kepada si mertua dengan tarbiyahnya? Atau kepada si suami dengan hikmahnya?
Wallahu a’lam. []
"Bagaimana hal itu bisa terjadi?" tanya si teman, keheranan.
"Sejak malam pertama aku bertemu istriku, aku mendatanginya dan aku ulurkan tanganku kepadanya. Ia berkata: 'Sabar dulu wahai Abu Umayyah, tunggu sejenak.'
Kemudian ia berkata: 'Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah atas Rasulullah… sesungguhnya aku adalah wanita yang asing bagi dirimu, aku tidak tahu karaktermu. Jelaskanlah kepadaku apa saja yang engkau sukai sehingga aku bisa melakukannya dan apa saja yang engkau benci sehingga aku dapat meninggalkannya. Aku katakan ini dan aku memohon ampun kepada Allah untuk diriku dan dirimu.'”
"Demi Allah," lanjut lelaki itu bercerita, disimak serius oleh temannya, "ia memaksa diriku untuk berbicara pada saat itu maka aku pun berkata: 'Segala puji hanya bagi Allah, aku bershalawat dan mengucapkan salam atas nabiNya dan atas keluarga beliau, wa ba’du. Sesungguhnya engkau telah mengucapkan sebuah perkataan jika engkau teguh memegangnya maka itu akan menjadi keberuntunganmu. Dan bila engkau tinggalkan akan menjadi hujjah yang menghujat dirimu. Sesungguhnya aku suka ini dan ini… dan aku membenci ini dan ini… apabila engkau melihat kebaikan, maka sebarkanlah dan apabila engkau melihat keburukan, maka tutuplah.'
Istriku bertanya: 'Apakah engkau menyukai kunjungan sanak familiku?'
Aku menjawab: 'Aku tidak suka dibuat bosan oleh mertua dan iparku (yakni ia tidak suka mereka sering mengunjunginya)'
'Siapakah tetangga yang engkau suka masuk ke dalam rumahmu sehingga aku memberinya izin dan siapakah yang tidak engkau sukai?'
Aku menjawab: 'Bani Fulan A adalah orang-orang shalih sedangkan bani Fulan B adalah orang-orang yang buruk.'
Maka aku pun melewati malam yang paling nikmat bersamanya. Satu tahun aku hidup bersamanya tidak pernah aku melihat apa-apa yang tidak aku sukai. Sehingga permulaan pada tahun kedua ketika aku pulang dari kerjaku, ternyata aku dapati ibu mertuaku di rumahku.
Ibu mertuaku bertanya kepadaku: 'Bagaimana pandanganmu tentang istrimu?'
Aku menjawab: “Sebaik-baik istri”
Ia berkata: 'Wahai Abu Umayyah, demi Allah, tidaklah seorang lelaki mendapatkan yang lebih buruk dalam rumahnya daripada wanita yang manja. Bimbing dan didiklah ia menurut kehendakmu.'
“Ia hidup bersamaku selama dua puluh tahun dan aku tidak pernah menghardiknya karena masalah apapun kecuali sekali, dan itupun karena aku yang menzaliminya,” kata lelaki itu memungkasi ceritanya.
Sauadaraku… Betapa bahagia hidup seperti itu. Dan saya tidak tahu, ke mana rasa takjub harus diarahkan; takjub kepada si istri dengan kebijaksanaannya? Atau kepada si mertua dengan tarbiyahnya? Atau kepada si suami dengan hikmahnya?
Wallahu a’lam. []
Kisah nyata ini bermula di Makkah, tempat Al Qadhi tinggal saat itu.
Nama lengkap lelaki shalih itu adalah Al Qadhi Abu Bakar Muhammad bin
Abdul Baqi.
Suatu hari, Al Qadhi didera rasa lapar yang luar biasa. Ia tidak memiliki uang sepeserpun, ia juga tak menemukan makanan apapun untuk mengganjal perutnya.
Dalam kondisi demikian, Al Qadhi menemukan sebuah kantung dari sutra, yang diikat dengan sutra pula. Ia pun kemudian membawa kantung itu ke rumahnya. Betapa terkejutnya Al Qadhi, ternyata isi kantung itu adalah sebuah kalung permata. Sangat indah. Bahkan Al Qadhi belum pernah melihat kalung seperti itu.
Ketika Al Qadhi keluar rumah, ia melihat seorang lelaki tua berteriak mencari barangnya yang hilang. “Barangsiapa yang menemukan kantung sutra berisi kalung permata milikku, aku akan menggantinya dengan uang lima ratus dinar,” kata lelaki tua itu memberikan pengumuman, sambil menunjukkan sebuah kantung yang berisi uang.
“Hai Pak Tua, kemarilah,” seru Al Qadhi memanggilnya. Mengajak lelaki tua itu ke rumah.
“Bagaimana cirri-ciri barangmu yang hilang itu?”
Lelaki tua itu menceritakan sifat-sifat kantung sutranya dengan detail, berikut kalung permata di dalamnya. Yakin bahwa barang yang dimaksudkan adalah yang telah ditemukannya, Al Qadhi mengambilkan kantung sutra dan isinya kepada bapak tua itu.
“Terima kasih, Nak. Ini hadiah yang telah kujanjikan,” kata lelaki tua itu sambil menyerahkan sekantung uang.
“Tidak Pak. Aku tidak mau menerimanya. Sudah seharusnya aku mengembalikan barang itu kepada Bapak sebagai pemiliknya,” kata Al Qadhi menolak hadiah itu.
“Kau harus menerimanya, itu sudah janjiku,” kata pak tua membujuk Al Qadhi agar mau menerimanya. Tetapi Al Qadhi bersikeras menolak hadiah itu.
Lelaki tua itu tak bisa memaksa Al Qadhi. Akhirnya ia pergi setelah mengucapkan terima kasih atas kebaikan Al Qadhi. Dalam hati, ia takjub ada pemuda yang sangat jujur dan baik hati seperti ini. Ia pun berdoa sesuatu tanpa diketahui Al Qadhi.
Waktu demi waktu berlalu. Hingga suatu saat, Al Qadhi berlayar meninggalkan Makkah. Di tengah laut, kapal yang ditumpangi Al Qadhi pecah dihantam ombak dan badai. Seluruh penumpangnya tewas tenggelam kecuali Al Qadhi yang sendirian berjuang melawan kematian dengan memanfaatkan puing-puing kapal. Akhirnya ia selamat sampai ke darat. Terdampar di sebuah pulau. Al Qadhi langsung menuju masjid di pulau itu. Di rumah Allah itu ia bersyukur, Allah masih menyelamatkan nyawanya. Ia pun kemudian membaca Al Qur’an.
Para penduduk yang mendengar betapa indahnya tilawah Al Qadhi kemudian menghampirinya.
“Ajarilah kami membaca Al Qur’an,” pinta mereka.
Hari-hari berikutnya dilalui Al Qadhi dengan mengajari mereka membaca Al Qur’an. Setelah itu mereka minta diajari menulis. Al Qadhi pun mendapatkan cukup banyak uang dari penduduk pulau itu.
“Kami memiliki seorang putri yatim,” kata mereka pada suatu hari, “kami memandang engkaulah yang pantas menikahinya. Putri kami itu memiliki harta yang cukup banyak.”
Semula Al Qadhi menolak. Tetapi penduduk terus memaksa, hingga tak ada alasan lagi bagi Al Qadhi untuk menolaknya.
Setelah Al Qadhi siap menikah dengan gadis itu, ia pun dibawa ke hadapan Al Qadhi. Betapa terkejutnya Al Qadhi, gadis itu memakai kalung permata yang sama seperti ia pernah menemukannya dulu sewaktu di Makkah. Lama ia tertegun memandang kalung itu, memutar kembali memorinya.
“Kau telah menghancurkan hati gadis yatim itu,” kata seorang penduduk ketika acara ta’aruf itu selesai, “kau hanya memperhatikan kalung itu, bahkan tidak melihat gadis yang akan kau nikahi.”
“Kalung permata itu… dulu aku menemukan kalung yang persis seperti itu sewaktu di Makkah…” Al Qadhi menceritakan semuanya.
“Allaahu akbar!” pekik takbir mereka terdengar hampir serempak begitu Al Qadhi selesai bercerita.
“Mengapa kalian bertakbir?” tanya Al Qadhi.
“Tahukah engkau, orangtua yang kau jumpai di Makkah dulu adalah ayah gadis ini. Dia pernah mengatakan bahwa ia tidak pernah menjumpai Muslim sebaik pemuda yang menemukan dan mengembalikan kalungnya. Ia juga berdoa agar putrinya nanti dapat menikah dengan pemuda itu. Dan kini doanya terkabul, meskipun ia tak bisa menyaksikannya.”
Al Qadhi pun kemudian menikah dengan gadis itu dan Allah mengkaruniakan kepada mereka dua orang putra. Kalung permata itu di kemudian hari menjadi harta pusaka keluarga yang turun temurun dari generasi ke generasi. []
Suatu hari, Al Qadhi didera rasa lapar yang luar biasa. Ia tidak memiliki uang sepeserpun, ia juga tak menemukan makanan apapun untuk mengganjal perutnya.
Dalam kondisi demikian, Al Qadhi menemukan sebuah kantung dari sutra, yang diikat dengan sutra pula. Ia pun kemudian membawa kantung itu ke rumahnya. Betapa terkejutnya Al Qadhi, ternyata isi kantung itu adalah sebuah kalung permata. Sangat indah. Bahkan Al Qadhi belum pernah melihat kalung seperti itu.
Ketika Al Qadhi keluar rumah, ia melihat seorang lelaki tua berteriak mencari barangnya yang hilang. “Barangsiapa yang menemukan kantung sutra berisi kalung permata milikku, aku akan menggantinya dengan uang lima ratus dinar,” kata lelaki tua itu memberikan pengumuman, sambil menunjukkan sebuah kantung yang berisi uang.
“Hai Pak Tua, kemarilah,” seru Al Qadhi memanggilnya. Mengajak lelaki tua itu ke rumah.
“Bagaimana cirri-ciri barangmu yang hilang itu?”
Lelaki tua itu menceritakan sifat-sifat kantung sutranya dengan detail, berikut kalung permata di dalamnya. Yakin bahwa barang yang dimaksudkan adalah yang telah ditemukannya, Al Qadhi mengambilkan kantung sutra dan isinya kepada bapak tua itu.
“Terima kasih, Nak. Ini hadiah yang telah kujanjikan,” kata lelaki tua itu sambil menyerahkan sekantung uang.
“Tidak Pak. Aku tidak mau menerimanya. Sudah seharusnya aku mengembalikan barang itu kepada Bapak sebagai pemiliknya,” kata Al Qadhi menolak hadiah itu.
“Kau harus menerimanya, itu sudah janjiku,” kata pak tua membujuk Al Qadhi agar mau menerimanya. Tetapi Al Qadhi bersikeras menolak hadiah itu.
Lelaki tua itu tak bisa memaksa Al Qadhi. Akhirnya ia pergi setelah mengucapkan terima kasih atas kebaikan Al Qadhi. Dalam hati, ia takjub ada pemuda yang sangat jujur dan baik hati seperti ini. Ia pun berdoa sesuatu tanpa diketahui Al Qadhi.
Waktu demi waktu berlalu. Hingga suatu saat, Al Qadhi berlayar meninggalkan Makkah. Di tengah laut, kapal yang ditumpangi Al Qadhi pecah dihantam ombak dan badai. Seluruh penumpangnya tewas tenggelam kecuali Al Qadhi yang sendirian berjuang melawan kematian dengan memanfaatkan puing-puing kapal. Akhirnya ia selamat sampai ke darat. Terdampar di sebuah pulau. Al Qadhi langsung menuju masjid di pulau itu. Di rumah Allah itu ia bersyukur, Allah masih menyelamatkan nyawanya. Ia pun kemudian membaca Al Qur’an.
Para penduduk yang mendengar betapa indahnya tilawah Al Qadhi kemudian menghampirinya.
“Ajarilah kami membaca Al Qur’an,” pinta mereka.
Hari-hari berikutnya dilalui Al Qadhi dengan mengajari mereka membaca Al Qur’an. Setelah itu mereka minta diajari menulis. Al Qadhi pun mendapatkan cukup banyak uang dari penduduk pulau itu.
“Kami memiliki seorang putri yatim,” kata mereka pada suatu hari, “kami memandang engkaulah yang pantas menikahinya. Putri kami itu memiliki harta yang cukup banyak.”
Semula Al Qadhi menolak. Tetapi penduduk terus memaksa, hingga tak ada alasan lagi bagi Al Qadhi untuk menolaknya.
Setelah Al Qadhi siap menikah dengan gadis itu, ia pun dibawa ke hadapan Al Qadhi. Betapa terkejutnya Al Qadhi, gadis itu memakai kalung permata yang sama seperti ia pernah menemukannya dulu sewaktu di Makkah. Lama ia tertegun memandang kalung itu, memutar kembali memorinya.
“Kau telah menghancurkan hati gadis yatim itu,” kata seorang penduduk ketika acara ta’aruf itu selesai, “kau hanya memperhatikan kalung itu, bahkan tidak melihat gadis yang akan kau nikahi.”
“Kalung permata itu… dulu aku menemukan kalung yang persis seperti itu sewaktu di Makkah…” Al Qadhi menceritakan semuanya.
“Allaahu akbar!” pekik takbir mereka terdengar hampir serempak begitu Al Qadhi selesai bercerita.
“Mengapa kalian bertakbir?” tanya Al Qadhi.
“Tahukah engkau, orangtua yang kau jumpai di Makkah dulu adalah ayah gadis ini. Dia pernah mengatakan bahwa ia tidak pernah menjumpai Muslim sebaik pemuda yang menemukan dan mengembalikan kalungnya. Ia juga berdoa agar putrinya nanti dapat menikah dengan pemuda itu. Dan kini doanya terkabul, meskipun ia tak bisa menyaksikannya.”
Al Qadhi pun kemudian menikah dengan gadis itu dan Allah mengkaruniakan kepada mereka dua orang putra. Kalung permata itu di kemudian hari menjadi harta pusaka keluarga yang turun temurun dari generasi ke generasi. []
Langganan:
Postingan (Atom)