Berjabat Tangan
Ada orang yang bertanya kepada Abu Dzar ra.,
"Apakah waktu
itu Rasulullah saw. menjabat tangan kalian jika bertemu?"
la menjawab,
"Saya tidak pernah menjumpainya kecuali beliau
menjabat tangan saya. Suatu hari behau
mengutus seseorang kepada saya, waktu itu saya tidak
berada di rumah. Ketika saya
pulang, saya diberi tahu oleh istri saya. Kemudian saya
mendatangi Rasulullah.
Ketika itu beliau sedang berbaring di tempat tidur.
Melihat kedatangan saya, beliau
bangkit dan memeluk saya."
Berjabat tangan bukan sekedar gerakan tangan yang
diwarisi secara turun-
temurun, tetapi mempunyai makna dan rasa yang dipengaruhi
oleh perbedaan
hubungan dan kehendak.
Oleh karena itulah, Islam melarang laki-laki menjabat
tangan perempuan yang bukan muhrimnya.
Tangan adalah alat yang sangat peka. la dapat mene-rima
dan mengirim
isyarat-isyarat yang tampak pada wajah atau yang
tersimpan dalam hati.
Berjabat tangan dapat mengukur jarak antara dua hati. Ada
orang yang
berjabat tangan hanya untuk basa-basi, ada pula orang
yang berjabat tangan hanya
sekedar menyentuh. Ada orang yang berjabat tangan,
sementara wajahnya tidak
mengarah pada orang yang di hadapan-nya, ada pula orang
yang berjabat tangan
disertai dengan tatapan mata yang sejuk.
Berjabat tangan dapat menghapus dosa-dosa.
Diriwa-yatkan dari
Al-Barra' ra., ia
berkata,
Rasulullah saw.
ber-sabda,
"Tidaklab seorang muslim yang bertemu lulu berja-
bat tangan, kecuali bagi mereka ampunan sebelum mereka
berpisah."
Diriwayatkan bahwa jika Rasul menjabat tangan seseorang,
beliau tidak
melepaskan tangan beliau sehing-ga orang itulah yang
melepaskannya.
Dari Mu'adz bin Jabal ra., ia berkata bahwa Rasulullah
memegang tangannya
dan berkata,
"Hai Muadz, demi Allah, sungguh aku mencintaimu. Aku
berpesan kepadamu,
jangan sekali-kali kamu mening-galkan membaca doa, 'Ya
Allah, tolonglah aku agar
dapat mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan melakukan
ibadah dengan baik,'
setiap selesai shalat."
(HR. Abu Dawud)
Kalau dilihat secara sepintas, kalimat
"bahwa Rasulullah memegangtanganku"
bisa saja dihapus
dari hadits itu. Akan tetapi, kenyataannya perawi hadits
itu mencantumkannya, karena para sahabat benar-benar
memahami makna
gerakan itu dan erat kaitannya dengan kalimat sesudahnya,
"Demi Allah,
sungguh saya mencintaimu."
Jika kita meneliti sabda Rasulullah,
"Hai Mu'adz,
demi Allah, sungguh saya mencintaimu,"
maka kita akan mengetahui bahwa Mu'adz sudah mendapatkan
sesuatu
yang diidam-idamkan oleh setiap muslim.
Rasulullah bersabda,
"Seseorang
itu akan bersama orang yang ia cintai."
Keterpautan antara dua tangan hanya akan dilaku-kan oleh
dua hati yang
saling mencintai. Tangan tidak akan bergerak untuk
berjabat tangan secara tiba-tiba,
tetapi menanti komando dari hati dan pikiran.
Jangan lupa pula
meletakkan tangan Anda di pundak orang
yang Anda cintai, karena itu adalah sentuhan yang penuh makna yang hanya dilakukan oleh hati-hati yang
saling mencintai.
Aisyah ra. berkata,
"Zaid bin Haritsah datang ke kota Madinah, sedang
Rasulullah berada di rumah saya. Zaid lantas mendatangi
beliau dan mengetuk
pintu. Rasulullah bangkit sambil merengkuh pakaiannya,
setelah itu beliau
merangkul dan mencium Zaid."
(HR. Tirmidzi, ia
berkata, "Hadits ini hasan.")
Diriwayatkan dalam hadits yang lain bahwa ada seorang
laki-laki berkata
kepada Rasulullah,
"Wahai Rasul, seorang laki-laki di antara kami
bertemu dengan
saudaranya atau temannya, apa ia harus menunduk (hormat)?"
Rasulullah
menjawab,
"Tidak."
Ia bertanya,
"Apakah ia
harus memeluk dan menciumnya?"
Rasul menjawab,
"Tidak."
Ia bertanya,
"Apakah
menjabat tangannya?"
Rasul menjawab,
"Ya."
(HR. Tirmidzi, ia
berkata, "Hadits ini hasan.")
Abbas As-Siisi At-Thariq ilal Quluub
0 komentar:
Posting Komentar