Cermin Diri

0
Diposting oleh cahAngon on 27 Februari 2012 , in , , ,
Orang-orang bijak pernah berpesan “Ma halaka ‘amru-un arafa Qadra nafsihi” (Tak
akan celaka orang yang kenal harkat dirinya). Telah banyak orang binasa karena
terlalu tinggi memasang harga diatas realita dirinya. Banyak yang lenyap dari
peredaran karena terlalu murah menghargai dirinya – dengan waham ‘tawadhu’ atau
perasaan tidak mampu dan tidak punya apa-apa. Selebihnya adalah jenis orang yang
berjalan dalam tidur atau tidur sambil berjalan. Tepatnya pengigau berat. Ia tak pernah
bisa menyadari dimana posisinya, apa yang terjadi di sekitarnya dan apa bahaya yang
mengancam ummatnya.
Dalam kaitan sistem, baik ormas, partai atau pemerintahan kerap terjebak dalam waham-
waham kekuasaan ; berbahasa dan bertindak dengan pendekatan kekuasaan.
Mereka yang ‘berkuasa’ merasa percaya diri, hanya karena secara de jure punya
otoritas atas wilayah territorial, wilayah problematika dan wilayah sumber daya
manusia. Bahwa wilayah ruhaniyah dan wilayah fikriyah tak dapat ditundukkan
begitu saja oleh senjata, uang dan kedudukan, kerap luput dari renungan. Entah
karena inikah ketika ALLAH mengaitkan keselamatan dunia dengan keberadaan Ulu
Baqiyah (orang-orang yang potensial dipertahankan keberadaannya) dan mengemban
misi ‘mencegah kerusakan di muka bumi’, justeru pada saat yang sama mereka yang
(berbakat) zalim terus saja mengikuti kecenderungan hedonik mereka dan karenanya
mereka menjadi durhaka (Qs. 10;116).

Ghurur Hal terberat yang kau hadapi bukan keraguan, kebencian dan permusuhan
orang yang tak mengenalmu. Sekeras apapun hati mereka, kekuatan Hidayah dapat
menundukkan mereka kepada kebenaran da’wahmu, dengan idzin-Nya. Bila itu pun
tidak, engkau tak akan dipersalahkan, karena tataranmu dakwah dan tataran-Nya
hidayah. Cobaan berat, justru pada percaya diri yang tidak proporsional. Engkau
nikmati benar sanjungan orang terhadap dirimu atau jamaahmu, padahal engkau
sendiri jauh dari kepatutan itu. Malang nasibmu wahai orang yang percaya kepada
kejahilan orang yang menyanjungmu, sedangkan engkau sangat terang melihat kekurangan
dirimu.
Mentalitas Qarun tersimpul dalam satu kalimat “Hadza Li”
(Semua ini karyaku, karena aku, milikku).
Ketika arogansi mendominasi hubungan ‘yang adi daya’ dengan ‘yang tak berdaya’,
maka yang pertama harus membayar ongkos yang sangat mahal ; dari antipati sampai
kutukan mereka yang tak berdaya. Berat menyadarkan orang yang otaknya berjelaga,
egois dan hanya melihat apa yang mereka anggap hak, tanpa kesadaran seimbang
akan kewajiban.
Kepada mereka Imam Syafii menegaskan :
Bila engkau mendekatiku, mendekat pula cintaku Jika engkau menjauh, aku kan lebih
jauh darimu Dalam hidup masing-masing kita Tak bergantung dengan saudara Dan
kita lebih tidak bergantung lagi bila tamat usia
Orang yang mentah fikiran selalu mengandalkan sanjungan kosong, tak berbasis pada
prestasi, atau mungkin mereka berprestasi, namun menganggap itu sebagai hal besar
yang memungkinkan mereka memonopoli kebajikan. “Mereka membangkit-bangkit
keislaman mereka (sebagai jasa) kepadamu. Katakan : ‘Janganlah kalian bangkitbangkitkan
kepadaku keislamanmu, akan tetapi ALLAH lah yang telah memberi
karunia besar dengan membimbing kalian kepada Iman…” (Qs. 49:17)
Sebelum bubarnya Uni Sovyet, ada dua spesies yang sangat dibenci rakyat ;
1. Partai Komunis,
2. etnik Rus.
Yang pertama dibenci karena selalu ingin campur dalam
segala urusan orang. Dari urusan menteri, tentara, pegawai negeri, isteri pegawai,
anak pegawai sampai mimpi-mimpi rakyat. Yang kedua tak tahu diri sebagai
mayoritas, bagaikan truk besar yang berlari kencang, anginnya mementalkan
kendaraan-kendaraan kecil di tepi jalan.
Cermati bagaimana karakter kekuasaan itu tumbuh. Banyak orang yang berkuasa
mengabaikan pengenalan wilayah-wilayah kekuasaan dengan segala karakternya.
Pemerintah yang mempunyai otoritas memulainya dengan 3 wilayah : 1. Wilayah
ardliyah (teritorial), 2. Wilayah insaniyah (kemanusiaan, SDM, rakyat), 3. Wilayah
masailiyah (problematika). Dengan ketiga otoritas ini mereka dapat menggusur tanah
rakyat, membagi HPH, menaikkan pajak, tarif, UMR, memainkan money politik,
mencetak uang untuk kepentingan partai, membunuh karakter lawan politik dan
memenjarakan mereka.
Berapa lama mereka dapat berkuasa dengan tiga pilar ini ?
Entahlah, yang jelas telah bertumbangan begitu banyak rezim dengan begitu banyak
dana, senjata dan tentara. Mereka melupakan 2 wilayah yang sebenarnya pagi-pagi
harus sudah dikuasai, bahkan sebelum mereka menguasai wilayah-wilayah lainnya.
Jauh sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, rumah-rumah disana sudah
menaungi begitu banyak muslim.
Pada penghujung era Makkiyah, baiah Aqabah II telah menyuratkan pesan yang
begitu kuat. “Kami siap melindungi Rasulu’Llah SAW, sebagaimana kami
melindungi anak-anak dan isteri-isteri kami”. Madinah telah dikukuhkan menjadi
bumi Islam sebelum para Muhajir berangkat kesana. Rasulullah sudah ditunggu
dengan segala kerinduan, sebelum mereka melihat wajahnya. Da’wah Qur-an telah
mengakar dalam wilayah ruhaniyah dan wilayah fikriyah mereka, dua wilayah yang
pada saatnya melahirkan energi besar, mengalahkan semua penguasa yang hanya
berpuas diri dengan tiga wilayah yang serba refleks, fenomenal dan efektif untuk
waktu singkat.
Wahan Tak kalah beratnya beban mental orang yang sama sekali tak mampu
memberikan kontribusi. Ia sendiri tak mampu membantu dirinya sendiri, bahkan
dengan sekedar percaya dan menyadari bahwa dirinya dapat berperan. Paradigma “La
syai-a indi” (Saya tak punya apa-apa), telah banyak merugikan ummat. Dari sini
orang berbuat, dari kontra produktif sampai amoral. Ia tak merasa ada kaitan sepakterjangnya
dengan lingkungannya. Ia mampu melumuri citranya – sama seperti
mereka yang over pede – tanpa cemas hal itu akan berdampak luas, bagi diri, keluarga
dan lingkungannya.
Mereka banyak memubadzirkan umur dan hidup tanpa program.
Rendah diri dan karenanya tak jarang merawat hasad, dengki dan khianat.
Mereka dapat tampil dalam figur seorang alim, publik figur dan apa saja yang ‘mulia’,
namun mengabaikan berkah amal jama’i, karena merasa ‘tak sebodoh’ komunitasnya
atau lupa bahwa dirinya (dapat menjadi) besar di tengah mereka. Terkadang batas
antara orang yang berlebihan percaya diri dengan yang sangat tak percaya diri, begitu
sulit dibedakan. Kritik pedas bisa datang dari mereka yang gagal melaksanakan apa
yang dikritiknya. Atau yang tak cukup punya keberanian berargumentasi karena
kurang pedenya.
Marilah berjabat tangan, ayunkah langkah dengan yakin dan lengkapi kekurangan diri
dengan kelebihan saudara atau sebaliknya menopang kelemahan mereka dengan
kekuatan diri yang ALLAH amanahkan. Banyak orang bingung mencari lahan kerja
dan lahan kerja Da’wah tak pernah tutup.
Dimana posisimu ? Mungkin beberapa kalangan akan keberatan bila kukatakan
engkau telah menyulam halaman da’wah di negeri ini dengan benang emas dan
menyemaikan benih-benih berkah di lahan tandus, sehingga berubah menjadi ladangladang
subur masa depan. Pohon keadilan, buah kemakmuran, bunga kesetaraan,
ranah kesetiaan dan rumah kasih sayang. Bukan tujuanmu menciptakan iri. Ada yang
begitu geram ketika hamba-hamba ALLAH perempuan keluar dari setiap gang dan
kampus dengan jilbab mereka yang anggun dan IP mereka yang cemerleng. 20 tahun
yang lalu harus keluar dari sekolah negeri yang dibangun dengan uang pajak mereka
sendiri. Ya, kebangkitan memang bukan hanya sisi ini, namun banyak kebaikan
tersimpulkan pada aspek ini. Intinya ; Perubahan.
Dan hari ini puncak gunung es itu telah memperlihatkan dinamika besar kebangkitan,
shahwah yang penuh berkah. Tauhid adalah sistem konstruksi terpadu yang
meletakkan segalanya tepat pada tempat, peran dan kepatutannya. Intelektual adalah
sistem pengapianmu yang tak pernah padam. Kader-kader yang selalu ikhlas
berkorban adalah roda yang siap menjelajah medan-medan berat. Keulamaan adalah
sistem kendali-mu yang tahu kapan harus berbelok, menanjak, menurun dan
menerobos hutan belantara, padang tandus serta bebatuan. Yang tak bergaransi ialah
kondisi jalan, bahkan sekali pun dengan rute yang jelas dan lurus, kendaraan yang
teruji, kru yang jujur, pakar dan sabar.
Dari semua setting ini, tentukanlah dimana posisimu ; penonton yang mencari
hiburan, penunggu yang tak punya empati, atau pengharap kegagalan karena ada yang
tak sejalan dengan persepsi mereka. Atau penuntun dan pengikut dengan pengenalan
sistem navigasi yang akurat dan keyakinan yang mantap, bahwa laut tetap bergelombang
dan di seberang ada pantai harapan.

Share This Post

0 komentar:

Posting Komentar